PENDEKATAN KONSELING STRUKTURAL KELUARGA
(Structural Family Counseling)
MAKALAH
Di Susun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Bimbingan Konseling
Keluarga
Dosen Pengampu: Bu Mahmudah
Disusun Oleh:
Ida Arofa (1401016024)
BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITASISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017
I.
PENDAHULUAN
Keluarga merupakan unit
masayarakat terkecil dalam kehidupan sosial, meski diaktakan terkecil, namun
keberadaan sebuah keluarga tidak dapat dianggap enteng atau diabaiakan begitu
saja. Kebahagian sebuah keluarga merupakan dambaan bagi setiap orang yang sudah
berkeluarga. Dalam kenyataannya, merekapun berusaha sekuat tenaga keluarganya
bisa menjadi keluarga yang ideal, sejahtera, sempurna, sesuai dengan harapan
dan tujuan masing-masing keluarga.
Kehidupan masyarakat khususnya
keluarga, tidak akan pernah lepas dari masalah, konflik dan situasi/kejadian yang tidak
menyenangkan terkait dengan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan
sekitar. Ini merupakan hal yang wajar sebagai
suatu tahapan dari pengalaman hidup dan perkembangan diri seseorang. Dan untuk menciptakan suasana keluarga yang
tidak menegangkan dan memberikan alternatif atau usaha untuk memecahkan masalah
yang sedang dihadapi dalam suatu keluarga dalam bimbingan konseling kelurga ada
berbagai pendekatan konseling dalam usaha memecahkan masalah. Maka dalam
makalah ini kami akan menjelasakan tentang pendekatan konseling struktuturak
keluarga
.
II.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaiamana
pendekatan konseling structural keluarga?
2.
Bagaimana
peran konselor dalam pendekatan konseling structural keluarga?
3.
Apa
tujun dari pendekatan konseling structural keluarga?
4.
Bagaimana
teknik dan pelaksanaan pendekatan konseling structutal keluarga?
5.
Apa
kelemahan dan kelebihan pendekatan structural keluarga?
III.
PEMBAHASAN
1.
Pendekatan konseling structural keluarga.
Konseling dengan Pendekatan Struktural Keluarga dipelopori oleh
Salvador Minuchin dari Argentina. Dia mempelajari psikiatri anak dan memberikan
pelatihan psikoanalisis. Dia mulai tertarik pada kehidupan keluarga terutama
pada kenakalan remaja di sekolah pada tahun 1950-an. Salvador Minuchin juga
melakukan kolaborasi dengan Jay Haley yang membahas strategic Family Therapy
di tahun 1960-an. Dia memulai kliniknya
pada tahun 1981 dan pension pada tahun 1996. Pendekatan ini mendasarkan pada
pentingnya interaksi keluarga agar dapat memahami struktur atau organisasi
dalam keluarga.
Sudut pandang tentang sifat manusia. Menurut
Minuchin (1974), setiap manusia mempunyai sifat struktural. Structur adalah
cara takresmi, dimana suatu keluarga menagtur dirinya dan saling berhubungan.
Struktur memengaruhi orang-orang dalam keluarga, membuatnya makin buruk atau
baik. Jika strukturnya hierarki, orang saling berhubungan baik dengan orang
lain. Namun, jika tidak ada struktural atau strukturnya kecil, perkembangan
atau peristiwa situasional dapat meningkatkan ketegangan, ketakutan, kekacauan,
dan disfungsional keluarga, yang melemparkan keluarga tersebut ke dalam krisis.
Pada kondisi ancaman itu, koalisi (misalnya, persekutuan antara anggota
keluarga tertentu dengan anggota ketiga) atau persekutuan lintas generasi (persekutuan
antara anggota keluarga dari dua generasi yang berbeda) akan muncul. Tidak
satupun yang bekerja dengan baik untuk pertumbuhan individi atau keluarga yang sehat. [1]
Masalah dapat terjadi karena ketidakseimbangan pada fungsi dan
batasan keluarga, di samping itu juga karena kesulitan beradaptasi terhadap
lingkungan. Oleh karena itu, maka tujuan dari konseling ini adalah
mengorganisasikan kembali bentuk keluarga melalui cara-cara modifikasi posisi
setiap anggota dalam keluarga agar dapat mengatasi gangguan pada fungsi dan
kedudukan orang tua dalam keluarga, menciptakan batasan yang jelas dan
fleksibel dengan menggerakkan bentuk-bentuk alternative untuk penyesuian. [2] Minuchin
(1974)beranggapan bahwa masalah keluarga sering terjadi karena struktur
keluarga dan pola transaksi yang dibangun tidak tepat.[3]
Mengubah struktur keluarga berarti menyusun kembali keutuhan dan menyembuhkan
perpecahan antara dan seputar anggota keluarga. Oleh karena itu, jika dijumpai
keluarga yang bernasalah perlu dirumuskan kembali struktur keluarga tersebut
dengan memperbaiki transaksi dan pola hubungan yang baru yang lebih sesuai.
2.
Peran konselor
Praktisioner
konseling keluarga stuktural, merupakan pengamat sekaligus ahli dalam
menciptakan intervensi untuk mengubah dan memodifikasi struktur yang
menggaris-bawahi suatu keluarga. Praktisi ini akan memberi saran agar terjadi
perubahan struktural dalam organisasi unit keluarga, dengan khusus
memperhatikan perubahan pola interaksi dakm subsistem keluarga seperti dyad marital. Juga bekerja untuk menetapkan
batasan yang jelas antara anggota keluarga. (Minuchin, Montalvo, Guerney,
Rosman, & Schumer, 1967)
3.
Tujuan
pendekatan konseling struktural keluarga
Sedagkan tujuan pendekatan ini adalah dalam rangka melakukan
perubahan pada unit keluarga dan tindakan ditekakan pada pemahaman agar dapat
mengubah dan mengatur ulang suatu keluarga menajdi unit yang lebih berfungsi
dan produktif. Peraturan yang sudah lama
dan kuno digantikan degan yang baru yang
lebih berhubungan dengan kenyataan pada
keluarga tersebut sekarang. Ia menekankan pada fungsi keluarga dengan
memberikan batasan yang jelas pada anggota keluarga, kedudukan, dan peran orang
orang tua yang kuat dalam keluarga.Pandangan terhadap fungsi keluarga antara
lain menentukan batasan yang jelas pada anggota dalam keluarga, kedudukan,
peran orang tua yang kuat dalam keluarga, fleksibilitas sistem untuk
kemandirian dan otonomi, menjaga pertumbuhan individu dan sistem keluarga, keberlanjutan
dan pembentukan kembali respon pada perubahan yang terjadi secara internal dan
eksternal. [4]
4.
Teknik dan pelaksanaan pendekatan konseling structutal keluarga.
a.
interaksi
keluarga. Ketikaa naggota keluarga mengulangi
pola perilaku yang tidak produktif atau menunujukkan suatu posisi yang terjebak
didalam struktur keluarga, konselor akan mengatur ulang lingkungan
fisiknya, sehingga mereka harus
bertindak dalam cara yang berebada.
Teknik tersebut sangat sederhana seperti memnita orang saling berhadapan
saat mereka bicara.
b.
Teknik
pembingkaian ulang, suatu teknik yang membantu keluarga untuk melihat
permasalahanya dari prespektif yang berbeda dan positif. Contohnya, jika seorang anak salah
berperilaku, perilaku tersebut di cap “nakal” bukan “gila”. Sebagai
konsekuensinya, anak tersebut atau tindakanya dipandang tidak begitu parah.
Terdapat tujuh langkah dalam pelaksanaan terapi keluarga menurut
Salvador Munichin (Nichols dan Schwartz, 2004) yaitu sebagai berikut.
1.
Joining
dan accommodation. Merupakan proses yang terjadi melaui tracking
(konselor mengikuti fakta yang terjadi dalam keluarg), mimesis (konselor
menjadi seperti keluarga dalam berprilaku atau mengikuti komunikais yang
terjadi dalam keluarga tersebut), confirmation (konselor menggunakan
kata yang merefleksikan perasaan dan mengontrol perasaan kepada anggota
keluarga), dan accommodation (konselor membuat penyesuain diri agar
dapat meningkatkan terapi dalam keluarga tersebut). Sejak awal seorang konseli yang terlibat
dalam treatment membutuhkan pertolongan dan kepercayaan dari konselor.
Oleh karena itu, konselor perlu memahami setiap anggota dalam keluarga dan
menciptakan situasi situasi yang nayaman buat semua anggota keluarga. Konselor
juga memberikan respek tidak hanya pada individu dalam keluarga tersebut, namun
juga pada bentuk tingkatan dan organisasi dalam keluarga tersebut. Misalnya,
konselor menujukkan respek pada orang tua yang memiliki tanggung jawab dalam
kelurga, sehingga mereka perlu ditanya lebih awal dan menjelaskan permasalahan
yang terjadi. Selanjutnya anak-anak diberikan perhatian khusus sesuai kapasitas
mereka. Pada tahap ini dapat terjadi penolakan dan saling menyalahkan satu sama
lain. Anggota dalam keluarga kemungkinan bersikap negatife terhadap prose
konseling. Untuk mengantisipasi situasi ini, konselor perlu memberikan
penekanan kepada anggota keluarga tersebut bahwa kebersamaan lebih penting
daripada kemarahan.
2.
Working
with interaction. Struktur dalam keluarga menunjukkan
cara bagaimana anggota keluarga berinterkasi sehingga perlu diperhatikan siapa
yang menjadi fokus dan bertanggung jawab dalam keluarga tersebut. Namun, dalam
situasi konseling, konselor perlu untuk memulai dengan memperhatikan masalah
perilaku dalam keluarga. Konsleor meminta pada anggota keluarga agar dapat
bereaksi terhadap situasi konflik yang terjadi di dalam kehidupan rumah tangga.
Hal ini diperlukan agar dapat memperoleh hasil dan setiap anggota dalam
keluarga dapat mengatasi masalahnya dan agar seluruh anggota dalam keluarga
memiliki interaksi yang baik satu sama lain.
3.
Structural
mapping. Keluarga yang memiiki masalah
cenderung akan melihat permasalahan berdasarkan peristiwa yang telah terjadi,
sehingga akan memebentuk struktur atau pola dalam keluarga. Bentuk asesmen yang
mendasar adalah saat mengamati interaksi dalam keluarga pada sesi pertama
kosneling. Bentuk tersebut akan berubah pada sesi selanjutnya meskipun ketika
terjadi perubahan dapat menimbulkan masalah baru dalam keluarag tersebut.
Namun, hal itu yang dapat membantu perbaikan bentuk dalam keluarga tersebut.
4.
Highlighting
dan modifying interactions. Ketika setiap anggota dalam
keluarga mulai berinteraksi , maka terjadilah transaksi dalam proses pemecahan
masalah. Bentuk keluarga mejadi fokus dan bukan pada isinya ketika terjadi
proses interaksi antara anggota keluarga tentang berbagai masalah yang menajadi
inti dalam keluarga tersebut, sehingga pada saat tertentu akan mengubah bentuk
keluarga.
5.
Boundary
making. Tidak berfungsinya dinamika dalam
keluarga dapat menimbulkan penolakan dan jarak antara keluarga. Konflik,
interupsi, saling beradu pendapat, dan saling menyalahkan dapat terjadi
antaranggota keluarga. Konselor bertugas untuk mendukung agar hal tersebut
dapat dihindari dan membantu anggota dalam keluarga meningkatkan kontak satu
sama lain, sehingga dapat terjadi perubahan yang positif.
6.
Unbalancing.
Pada tahap ini, tujuanya adalah megubah hubungan antaranggota
keluarga dengan subsistem dalam keluarga agar terjadi keseimbangan. Hal yang
sering terjadi dalam keluarga adalah konflik antaranggota dan situasi yang
dingin serta kaku diantara mereka. Pada tahap ini konselor bekerja sama dan
mendukung satu anggota atau subsistem dalam keluarga.
7.
Challenging
unproductiove assumptions. Pada tahap ini
konselor diharapkan dapat mengubah cara pikir anggota dalam keluaga. Perubahan
tersebut berhubungan dengan situasi yang terjadi pada keluarga. Konselor
berperan sebagai guru yang memberikan informasi dan nasihat. Selain itu
konselor juga menggunakan pragmatis fiksinya untuk memberikan bentuk pengalaman
lain kepada anggota keluarga.[5]
5.
Kelemahan dan
kelebihan pendekatan structural keluarga.
a.
Pendekatan ini cukup fleksibel, cocok
diterapkan untuk keluarga dengan status ekonomi rendah maupun keluarga dengan
penghasilan tinggi. (Minuchin,Colapinto,1999).
b.
Pendekatan ini efektif, sudah digunakan untuk
merawat kriminal remaja, alkhohol, dan penderitaan anaroksia.
c.
Pendekatan ini peka budaya dan tepat digunakan
dalam berbagai budaya.
d.
Pendektan ini jelas dalam definisi istilah-
istilahnya dan prosedurnya serta mudah diterapkan.
e.
Pendekatan ini menekankan penghilangan simtom
dan reorganisasi keluarga dengan cara yang pragmatis.
Kelemahan:
a. Banyak kritik
yang mengatakan bahwa pendekatan ini tidak cukup kompleks, bersifat gender pada
saat tertentu, dan terlalu fokus pada masa sekarang.
b. Tuduhan bahwa
terapi struktural telah dipengaruhi oleh terapi kelurga strategis dan tuntutan
bahwa pendekatan ini sulit untuk dibedakan dari terapi staregis pada saat
tertentu, akan menjadi suatu masalah.
c. Karena konselor
adalah yang berwenang pada proses perubahan, keluarga tidak diberdayakan
sepenuhnya, hal ini dapat membatasi penyesuaian dan perubahan secara
keseluruhan dimasa mendatang.
IV.
KESIMPULAN
Pendekatan struktur keluraga mendasarkan pada pentingnya interaksi
keluarga agar dapat memahami struktur atau organisasi dalam keluarga. Mengubah
struktur keluarga berarti menyusun kembali keutuhan dan menyembuhkan perpecahan
antara dan seputar anggota keluarga. Oleh karena itu, jika dijumpai keluarga
yang bernasalah perlu dirumuskan kembali struktur keluarga tersebut dengan
memperbaiki transaksi dan pola hubungan yang baru yang lebih sesuai.
Maka tujuan dari konseling ini adalah mengorganisasikan kembali
bentuk keluarga melalui cara-cara modifikasi posisi setiap anggota dalam
keluarga agar dapat mengatasi gangguan pada fungsi dan kedudukan orang tua
dalam keluarga, menciptakan batasan yang jelas dan fleksibel dengan
menggerakkan bentuk-bentuk alternative untuk penyesuian
V.
PENUTUP
Demikianlah
makalah yang dapat saya paparkan. Saya menyadari dalam penulisan makalah ini
masih membutuhkan penyempurnaan. Maka dari itu kritik dan saran saya harapkan
demi kesempurnaan makalah ini. Besar harapan saya semoga makalah ini bisa
memberikan banyak manfaat bagi pembaca dan pemakalah khususnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Gladding. Samuel T. 2012. Konseling Profesi
yang Menyeluruh Edisi ke 6. Jakarta : PT Indeks
Kertamuda, Fatchiah E. 2009. Konseling Pernikahan untuk Keluarga
Indonesia. Jakarta:
Salemba Humanika
Latipun. 2010. Psikologi Konseling Edisi Ketiga. Malang :
UMM Press
Mahmudah. 2015. Bimbingan
dan Konseling Keluarga Prespektif Islam. Semarang: CV. Karya Abadi Jaya
[1] Samuel
T. Gladding. Konseling Profesi yang Menyeluruh Edisi ke 6. (Jakarta : PT
Indeks, 2012), hlm. 278
[2] Hj Mahmudah, Bimbingan
dan Konseling Keluarga Prespektif Islam, (Semarang: CV. Karya Abadi Jaya,
2015), hlm. 109-110
[3] Latipun. Psikologi
Konseling Edisi Ketiga. (Malang : UMM Press, 2010), hal : 141
[4] Fatchiah E.
Kertamuda, Konseling Pernikahan untuk Keluarga Indonesia, (Jakarta:
Salemba Humanika, 2009), hlm. 147
[5] Fatchiah E.
Kertamuda, Konseling Pernikahan untuk Keluarga Indonesia, (Jakarta:
Salemba Humanika, 2009), HLM. 148-149