Rabu, 31 Mei 2017

Bimbingan konseling keluarga (pendekatan)



  PENDEKATAN KONSELING STRUKTURAL  KELUARGA
 (Structural Family Counseling)



MAKALAH
Di Susun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Bimbingan Konseling Keluarga
Dosen Pengampu: Bu Mahmudah


Disusun Oleh:
Ida Arofa        (1401016024)


BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
 UNIVERSITASISLAM NEGERI WALISONGO
 SEMARANG 
2017







I.                   PENDAHULUAN
Keluarga merupakan unit masayarakat terkecil dalam kehidupan sosial, meski diaktakan terkecil, namun keberadaan sebuah keluarga tidak dapat dianggap enteng atau diabaiakan begitu saja. Kebahagian sebuah keluarga merupakan dambaan bagi setiap orang yang sudah berkeluarga. Dalam kenyataannya, merekapun berusaha sekuat tenaga keluarganya bisa menjadi keluarga yang ideal, sejahtera, sempurna, sesuai dengan harapan dan tujuan masing-masing keluarga.
Kehidupan masyarakat khususnya keluarga, tidak akan pernah lepas dari masalah, konflik dan situasi/kejadian yang tidak menyenangkan terkait dengan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitar. Ini merupakan hal yang wajar sebagai suatu tahapan dari pengalaman hidup dan perkembangan diri seseorang. Dan untuk menciptakan suasana keluarga yang tidak menegangkan dan memberikan alternatif atau usaha untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi dalam suatu keluarga dalam bimbingan konseling kelurga ada berbagai pendekatan konseling dalam usaha memecahkan masalah. Maka dalam makalah ini kami akan menjelasakan tentang pendekatan konseling struktuturak keluarga
.
II.                RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaiamana pendekatan konseling structural keluarga?
2.      Bagaimana peran konselor dalam pendekatan konseling structural keluarga?
3.      Apa tujun dari pendekatan konseling structural keluarga?
4.      Bagaimana teknik dan pelaksanaan pendekatan konseling structutal keluarga?
5.      Apa kelemahan dan kelebihan pendekatan structural keluarga?

III.             PEMBAHASAN
1.      Pendekatan konseling structural keluarga.
Konseling dengan Pendekatan Struktural Keluarga dipelopori oleh Salvador Minuchin dari Argentina. Dia mempelajari psikiatri anak dan memberikan pelatihan psikoanalisis. Dia mulai tertarik pada kehidupan keluarga terutama pada kenakalan remaja di sekolah pada tahun 1950-an. Salvador Minuchin juga melakukan kolaborasi dengan Jay Haley yang membahas strategic Family Therapy di tahun 1960-an.  Dia memulai kliniknya pada tahun 1981 dan pension pada tahun 1996. Pendekatan ini mendasarkan pada pentingnya interaksi keluarga agar dapat memahami struktur atau organisasi dalam keluarga.
Sudut pandang tentang sifat manusia.  Menurut Minuchin (1974), setiap manusia mempunyai sifat struktural. Structur adalah cara takresmi, dimana suatu keluarga menagtur dirinya dan saling berhubungan. Struktur memengaruhi orang-orang dalam keluarga, membuatnya makin buruk atau baik. Jika strukturnya hierarki, orang saling berhubungan baik dengan orang lain. Namun, jika tidak ada struktural atau strukturnya kecil, perkembangan atau peristiwa situasional dapat meningkatkan ketegangan, ketakutan, kekacauan, dan disfungsional keluarga, yang melemparkan keluarga tersebut ke dalam krisis. Pada kondisi ancaman itu, koalisi (misalnya, persekutuan antara anggota keluarga tertentu dengan anggota ketiga) atau persekutuan lintas generasi (persekutuan antara anggota keluarga dari dua generasi yang berbeda) akan muncul. Tidak satupun yang bekerja dengan baik untuk pertumbuhan  individi atau keluarga yang sehat. [1]
Masalah dapat terjadi karena ketidakseimbangan pada fungsi dan batasan keluarga, di samping itu juga karena kesulitan beradaptasi terhadap lingkungan. Oleh karena itu, maka tujuan dari konseling ini adalah mengorganisasikan kembali bentuk keluarga melalui cara-cara modifikasi posisi setiap anggota dalam keluarga agar dapat mengatasi gangguan pada fungsi dan kedudukan orang tua dalam keluarga, menciptakan batasan yang jelas dan fleksibel dengan menggerakkan bentuk-bentuk alternative untuk penyesuian. [2] Minuchin (1974)beranggapan bahwa masalah keluarga sering terjadi karena struktur keluarga dan pola transaksi yang dibangun tidak tepat.[3] Mengubah struktur keluarga berarti menyusun kembali keutuhan dan menyembuhkan perpecahan antara dan seputar anggota keluarga. Oleh karena itu, jika dijumpai keluarga yang bernasalah perlu dirumuskan kembali struktur keluarga tersebut dengan memperbaiki transaksi dan pola hubungan yang baru yang lebih sesuai.
2.      Peran konselor
Praktisioner konseling keluarga stuktural, merupakan pengamat sekaligus ahli dalam menciptakan intervensi untuk mengubah dan memodifikasi struktur yang menggaris-bawahi suatu keluarga. Praktisi ini akan memberi saran agar terjadi perubahan struktural dalam organisasi unit keluarga, dengan khusus memperhatikan perubahan pola interaksi dakm subsistem keluarga seperti  dyad marital. Juga bekerja untuk menetapkan batasan yang jelas antara anggota keluarga. (Minuchin, Montalvo, Guerney, Rosman, & Schumer, 1967)
3.      Tujuan pendekatan konseling struktural keluarga
Sedagkan tujuan pendekatan ini adalah dalam rangka melakukan perubahan pada unit keluarga dan tindakan ditekakan pada pemahaman agar dapat mengubah dan mengatur ulang suatu keluarga menajdi unit yang lebih berfungsi dan produktif.  Peraturan yang sudah lama dan kuno  digantikan degan yang baru yang lebih berhubungan dengan  kenyataan pada keluarga tersebut sekarang. Ia menekankan pada fungsi keluarga dengan memberikan batasan yang jelas pada anggota keluarga, kedudukan, dan peran orang orang tua yang kuat dalam keluarga.Pandangan terhadap fungsi keluarga antara lain menentukan batasan yang jelas pada anggota dalam keluarga, kedudukan, peran orang tua yang kuat dalam keluarga, fleksibilitas sistem untuk kemandirian dan otonomi, menjaga pertumbuhan individu dan sistem keluarga, keberlanjutan dan pembentukan kembali respon pada perubahan yang terjadi secara internal dan eksternal. [4]
4.      Teknik dan pelaksanaan pendekatan konseling structutal keluarga.
a.       interaksi keluarga. Ketikaa naggota keluarga mengulangi pola perilaku yang tidak produktif atau menunujukkan suatu posisi yang terjebak didalam struktur keluarga, konselor akan mengatur ulang lingkungan fisiknya,  sehingga mereka harus bertindak dalam cara yang berebada.   Teknik tersebut sangat sederhana seperti memnita orang saling berhadapan saat mereka bicara.
b.      Teknik pembingkaian ulang, suatu teknik yang membantu keluarga untuk melihat permasalahanya dari prespektif yang berbeda dan positif.  Contohnya, jika seorang anak salah berperilaku, perilaku tersebut di cap “nakal” bukan “gila”. Sebagai konsekuensinya, anak tersebut atau tindakanya dipandang tidak begitu parah.
Terdapat tujuh langkah dalam pelaksanaan terapi keluarga menurut Salvador Munichin (Nichols dan Schwartz, 2004) yaitu sebagai berikut.
1.      Joining dan accommodation. Merupakan proses yang terjadi melaui tracking (konselor mengikuti fakta yang terjadi dalam keluarg), mimesis (konselor menjadi seperti keluarga dalam berprilaku atau mengikuti komunikais yang terjadi dalam keluarga tersebut), confirmation (konselor menggunakan kata yang merefleksikan perasaan dan mengontrol perasaan kepada anggota keluarga), dan accommodation (konselor membuat penyesuain diri agar dapat meningkatkan terapi dalam keluarga tersebut).  Sejak awal seorang konseli yang terlibat dalam treatment membutuhkan pertolongan dan kepercayaan dari konselor. Oleh karena itu, konselor perlu memahami setiap anggota dalam keluarga dan menciptakan situasi situasi yang nayaman buat semua anggota keluarga. Konselor juga memberikan respek tidak hanya pada individu dalam keluarga tersebut, namun juga pada bentuk tingkatan dan organisasi dalam keluarga tersebut. Misalnya, konselor menujukkan respek pada orang tua yang memiliki tanggung jawab dalam kelurga, sehingga mereka perlu ditanya lebih awal dan menjelaskan permasalahan yang terjadi. Selanjutnya anak-anak diberikan perhatian khusus sesuai kapasitas mereka. Pada tahap ini dapat terjadi penolakan dan saling menyalahkan satu sama lain. Anggota dalam keluarga kemungkinan bersikap negatife terhadap prose konseling. Untuk mengantisipasi situasi ini, konselor perlu memberikan penekanan kepada anggota keluarga tersebut bahwa kebersamaan lebih penting daripada kemarahan.
2.      Working with interaction. Struktur dalam keluarga menunjukkan cara bagaimana anggota keluarga berinterkasi sehingga perlu diperhatikan siapa yang menjadi fokus dan bertanggung jawab dalam keluarga tersebut. Namun, dalam situasi konseling, konselor perlu untuk memulai dengan memperhatikan masalah perilaku dalam keluarga. Konsleor meminta pada anggota keluarga agar dapat bereaksi terhadap situasi konflik yang terjadi di dalam kehidupan rumah tangga. Hal ini diperlukan agar dapat memperoleh hasil dan setiap anggota dalam keluarga dapat mengatasi masalahnya dan agar seluruh anggota dalam keluarga memiliki interaksi yang baik satu sama lain.
3.      Structural mapping. Keluarga yang memiiki masalah cenderung akan melihat permasalahan berdasarkan peristiwa yang telah terjadi, sehingga akan memebentuk struktur atau pola dalam keluarga. Bentuk asesmen yang mendasar adalah saat mengamati interaksi dalam keluarga pada sesi pertama kosneling. Bentuk tersebut akan berubah pada sesi selanjutnya meskipun ketika terjadi perubahan dapat menimbulkan masalah baru dalam keluarag tersebut. Namun, hal itu yang dapat membantu perbaikan bentuk dalam keluarga tersebut.
4.      Highlighting dan modifying interactions. Ketika setiap anggota dalam keluarga mulai berinteraksi , maka terjadilah transaksi dalam proses pemecahan masalah. Bentuk keluarga mejadi fokus dan bukan pada isinya ketika terjadi proses interaksi antara anggota keluarga tentang berbagai masalah yang menajadi inti dalam keluarga tersebut, sehingga pada saat tertentu akan mengubah bentuk keluarga.
5.      Boundary making. Tidak berfungsinya dinamika dalam keluarga dapat menimbulkan penolakan dan jarak antara keluarga. Konflik, interupsi, saling beradu pendapat, dan saling menyalahkan dapat terjadi antaranggota keluarga. Konselor bertugas untuk mendukung agar hal tersebut dapat dihindari dan membantu anggota dalam keluarga meningkatkan kontak satu sama lain, sehingga dapat terjadi perubahan yang positif.
6.      Unbalancing. Pada tahap ini, tujuanya adalah megubah hubungan antaranggota keluarga dengan subsistem dalam keluarga agar terjadi keseimbangan. Hal yang sering terjadi dalam keluarga adalah konflik antaranggota dan situasi yang dingin serta kaku diantara mereka. Pada tahap ini konselor bekerja sama dan mendukung satu anggota atau subsistem dalam keluarga.
7.      Challenging unproductiove assumptions. Pada tahap ini konselor diharapkan dapat mengubah cara pikir anggota dalam keluaga. Perubahan tersebut berhubungan dengan situasi yang terjadi pada keluarga. Konselor berperan sebagai guru yang memberikan informasi dan nasihat. Selain itu konselor juga menggunakan pragmatis fiksinya untuk memberikan bentuk pengalaman lain kepada anggota keluarga.[5]
5.      Kelemahan dan kelebihan pendekatan structural keluarga.
a.       Pendekatan ini cukup fleksibel, cocok diterapkan untuk keluarga dengan status ekonomi rendah maupun keluarga dengan penghasilan tinggi. (Minuchin,Colapinto,1999).
b.      Pendekatan ini efektif, sudah digunakan untuk merawat kriminal remaja, alkhohol, dan penderitaan anaroksia.
c.       Pendekatan ini peka budaya dan tepat digunakan dalam berbagai budaya.
d.      Pendektan ini jelas dalam definisi istilah- istilahnya dan prosedurnya serta mudah diterapkan.
e.       Pendekatan ini menekankan penghilangan simtom dan reorganisasi keluarga dengan cara yang pragmatis.
Kelemahan:
a.       Banyak kritik yang mengatakan bahwa pendekatan ini tidak cukup kompleks, bersifat gender pada saat tertentu, dan terlalu fokus pada masa sekarang.
b.      Tuduhan bahwa terapi struktural telah dipengaruhi oleh terapi kelurga strategis dan tuntutan bahwa pendekatan ini sulit untuk dibedakan dari terapi staregis pada saat tertentu, akan menjadi suatu masalah.
c.       Karena konselor adalah yang berwenang pada proses perubahan, keluarga tidak diberdayakan sepenuhnya, hal ini dapat membatasi penyesuaian dan perubahan secara keseluruhan dimasa mendatang.

IV.             KESIMPULAN
Pendekatan struktur keluraga mendasarkan pada pentingnya interaksi keluarga agar dapat memahami struktur atau organisasi dalam keluarga. Mengubah struktur keluarga berarti menyusun kembali keutuhan dan menyembuhkan perpecahan antara dan seputar anggota keluarga. Oleh karena itu, jika dijumpai keluarga yang bernasalah perlu dirumuskan kembali struktur keluarga tersebut dengan memperbaiki transaksi dan pola hubungan yang baru yang lebih sesuai.
Maka tujuan dari konseling ini adalah mengorganisasikan kembali bentuk keluarga melalui cara-cara modifikasi posisi setiap anggota dalam keluarga agar dapat mengatasi gangguan pada fungsi dan kedudukan orang tua dalam keluarga, menciptakan batasan yang jelas dan fleksibel dengan menggerakkan bentuk-bentuk alternative untuk penyesuian

V.                PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat saya paparkan. Saya menyadari dalam penulisan makalah ini masih membutuhkan penyempurnaan. Maka dari itu kritik dan saran saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Besar harapan saya semoga makalah ini bisa memberikan banyak manfaat bagi pembaca dan pemakalah khususnya.


DAFTAR PUSTAKA
Gladding. Samuel T. 2012. Konseling Profesi yang Menyeluruh Edisi ke 6. Jakarta : PT Indeks
Kertamuda, Fatchiah E. 2009. Konseling Pernikahan untuk Keluarga Indonesia. Jakarta:
      Salemba Humanika
Latipun. 2010. Psikologi Konseling Edisi Ketiga. Malang : UMM Press
Mahmudah. 2015.  Bimbingan dan Konseling Keluarga Prespektif Islam. Semarang: CV. Karya Abadi Jaya


[1]  Samuel T. Gladding. Konseling Profesi yang Menyeluruh Edisi ke 6. (Jakarta : PT Indeks, 2012), hlm. 278
[2] Hj Mahmudah, Bimbingan dan Konseling Keluarga Prespektif Islam, (Semarang: CV. Karya Abadi Jaya, 2015), hlm. 109-110
[3] Latipun. Psikologi Konseling Edisi Ketiga. (Malang : UMM Press, 2010), hal : 141
[4] Fatchiah E. Kertamuda, Konseling Pernikahan untuk Keluarga Indonesia, (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), hlm. 147
[5] Fatchiah E. Kertamuda, Konseling Pernikahan untuk Keluarga Indonesia, (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), HLM. 148-149