Kamis, 01 Juni 2017

Logika (Silogisme dalam Logika)



SILOGISME DALAM LOGIKA
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
MATA KULIAH :LOGIKA
DOSEN PENGAMPU :DEDI SUSANTO, S.Sos.I., M.SI



 


DisusunOleh:
1.      DhiajengAulia A.   ( 14010160 )
2.      RizkiUlfiyanti         (1401016017)
3.      LailyAlawiyatul F. (1401016023)
4. Ida Arofa                   (1401016024)



BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Logika sebagai ilmu yang menitik beratkan pencarian sebuah kebenaran melalui optimalisasi potensiakal yang dimiliki manusia. Ini dilakukan dalam sebuah kerangka keilmuan, dimana sesuatu yang tidak masuk akal, dalam hal ini bisa dilihat dari karakteristik atau sifat dari setiap kata yang akan menggiring dalam sebuah kepastian akan kebenaran suatu hal.
Silogisme adalah proses menggabungkan tiga proposisi, dua menjadi dasar penyimpulan, satu menjadi kesimpulan. Penyimpulan deduksi yang telah kita ketahui sekedarnya dapat kita laksanakan melalui teknik-teknik, silogisme kategorik baik melalui bentuk standarnya maupun bukan, silogisme hipotetik, silogisme disyungtif maupun dilema.
B.     RUMUSAN MASALAH
a.      Apa Pengertian Silogisme?
b.      Apa saja Macam-macam silogisme?

BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Silogisme
Silogisme adalah jenis penalaran deduksi secara tidak langsung. Silogisme merupakan penemuan terbesar dari ahli filsafat terkenal,  Aristoteles. Dalam pengertian umum, silogisme  suatu argument deduktif yang terdiri dari dua premis dan satu kesimpulan. Silogisme adalah setiap penyimpulan tidakl angsung, yang dari dua proposisi (premis-premis) disimpulkan suatu proposes baru (kesimpulan). Premis yang pertama disebut premise mum (premis mayor) dan yang kedua disebut premis khusus (premis minor). Kesimpulan itu berhubungan erat sekali dengan premis-premis yang ada. Jika premis-premisnya benar maka kesimpulannya juga benar.
Dalam penerapannya, ada empat silogisme yakni silogisme kategorik, silogisme hipotetik, silogisme disjungtif, silogisme dilema.

B.   Macam-macam Silogisme
1.      Silogisme Kategorik
Silogisme kategorik adalah argument yang terdiri atas tiga proposisi kategoris yang saling berkaitan, dua menjadi dasar penyimpulan (premis), satu menjadi kesimpulan yang ditarik (konklusi).
Seluruh argument mengandung tiga proposisi, yakni sebagai berikut:
a.       Pengertian yang menjadi subjek (S) kesimpulan disebut term minor.
b.      Pengertian yang menjadi predikat (P) kesimpulan dsebut term mayor.
c.       Pengertian yang tidak terdapat dalam kesimpulan, tetapi terdapat dalam kedua premis disebut term antara pembanding (M).
v  Premis yang memuat term minor disebut premis minor.
v  Premis yang memuat term mayor disebut premis mayor.

Jadi, dalam silogisme selalu ada tiga proposisi, yakni premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
            Contoh:
                        Semua binatang makan. Sapi adalah binatang. Jadi sapi makan.
                        Term minor (S) :sapi. Term Mayor (P): Makan. Term pembanding (M) :binatang
                        Premis mayor :semua binatang makan.
                        Premis minor: sapi itu binatang.
Kesimpulanataukonklusi: sapimakan.
Ø  Hukum-hukum silogisme kategorik.
1.      Apabila dalam satu premis particular, kesimpulan harus particular.
Contoh:
Semua yang halal dimakan menyehatkan.
Sebagaian makanan tidak menyehatkan, jadi
Sebagian makanan tidak halal dimakan.
2.      Apabila salah satu premis negative, kesimpulan harus negative juga.
Contoh:
Semua mahasiswa terdidik
Sebagian manusia tidak terdidik, jadi
Sebagian manusia bukan mahasiswa
3.      Dari dua premis yang sama-sama particular tidak sah diambil kesimpulan.
Contoh:
Beberapa orang kaya kikir.
Beberapa pedagang adalah kaya.
Jadi, beberapa pedagang adalah kikir.
4.      Dari dua premis yang sama-sama negative, tidak menghasilkan kesimpulan apapun, karena tidak ada mata rantai yang menghubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan dapat diambil bila sedikitnya salah satu premisnya positif. Kesimpulan yang ditarik dari dua premis negative adalah tidak sah.
Contoh:
Kerbau bukan bunga mawar.
Kucing bukan bunga mawar.
5.      Term predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat yang ada pada premisnya. Bila tidak, kesimpulan menjadi sah. Contoh:
Kerbau adalah binatang.
Kambing bukan kerbau.
Jadi, kambing bukan binatang.

Ø  Bentuk dan Modus Silogisme
Dengan memerhatikan kedudukan term pembanding (M) dalam premis pertama maupun dalam premis kedua, silogisme kategoris dapat dibedakan antara empat bentuk atau empat pola yakni sebagai berikut:
1.      Silogisme Sub-Pre. Suatu bentuk silogisme yang term pembandingnya dalam premis pertama sebagai subjek dan dalam premis kedua sebagai predikat.
Polanya: M P , S M, S P
Contoh:
Semua manusia akan mati.
Eka adalah manusia.
Jadi, Eka akan mati.
2.      Silogisme Bis-Pre. Suatu bentuk silogisme yang term pembandingnya menjadi predikat dalam kedua premis.
Polanya: P M, S M, S P.
Contoh:
semua orang yang berjasa terhadap Negara adalah pahlawan.
Soekarno adalah pahlawan.
Jadi, Soekarno adalah orang yang berjasa terhadap agama.
3.      Silogisme Bis-Sub. Suatu bentuk silogisme yang term pembandingnya menjadi subjek dalam kedua premis.
Polanya: M P, M S, S P.
Contoh:
Manusia adalah berbudaya.
Manusia itu juga berakal budi.
Jadi, semua yang berakal budi adalah berbudaya.
4.      Silogisme Pre-Sub. Suatu bentuk silogisme yang term pembandingnya dalam premis pertama sebagai predikat dan dalam premis kedua sebagai subjek.
Polanya: P M, M S, S P.
Contoh:
Semua influenza adalah penyakit.
Semua penyakit adalah mengganggu kesehatan.
Jadi, sebagian yang mengganggu kesehatan adalah influenza.

            2. Silogisme Hipotetik
Silogisme hipotetik adalah argument  yang  premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi kategorik  yang  menetapkan atau mengingkari term antecedent atau term  konsekuen premis mayornya.
a.Macam-macam silogisme Hipotetik.
1.      Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naikb ecak.
2.      Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian konsekuennya, seperti:
Bila hujan, bumi akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi, hujan telah turun.
3.      Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari antecent, seperti:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa.
Jadi kegelisahan tidak akan timbul.
4.      Silogisme hipotetik  yang premis minornya mengingkari bagian konsekuensinya, seperti:
Bila mahasiswa turun kejalanan, pihak penguasa akan gelisah.
Pihak penguasa tidak gelisah.
Jadi, mahasiswa tidak turun ke  jalanan.

b.      Hukum – hukum Silogisme Hipotetik.
Mengambil konklusi dari silogisme hipotetik  jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang penting disini adalah menentukan kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan yang benar.
Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, jadwal hukum silogisme hipotetik adalah:
1.      Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
2.      Bila A tidak terlaksana maka Bjuga tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
3.      Bila B terlaksana, maka A juga terlaksana. (tidak sah = salah)
4.      Bila B tidak terlaksana maka A juga tidak terlaksana.

3.      Silogisme Disyungtif
a.       Pengertian Silogisme Disyungtif
Silogisme disyungtif adalah silogisme yang premis mayornya keputusan disyungtif sedangkan premis minornya keputusan kategorika yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor.
Silogisme ini ada dua macam, silogisme disyungtif dalam arti sempit dan silogisme disyungtif dalam arti luas. Silogisme disyungtif dalam arti sempit mayornya mempunyai alternatif kontradiktif, seperti:
Ia lulus atau tidak lulus.
Ternyata ia lulus, jadi
Ia bukan tidak lulus.
Silogisme disyungtif dalam arti luas premis mayornya mempunyai alternatif bukan kontradiktif
Hasan di rumah atau di pasar.
Ternyata tidak di rumah.
Jadi di pasar.
Silogisme disyungtif dalam artian maupun arti luas mempunyai dua tipe yaitu:
1.      Premis minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusinya adalah mengakui alternatif yang lain, seperti:
Ia berada di luar atau di dalam.
Ternyata tidak berada di luar.
Jadi ia berada di dalam.
      Ia berada di luar atau di dalam.
      Ternyata tidak berada di dalam.
      Jadi ia berada di luar.
2.      Premis minor mengakui salah satu alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari alternatif yang lain, seperti:
Budi di masjid atau di sekolah.
Ia berada di masjid.
Jadi ia tidak berada di sekolah.
      Budi di masjid atau di sekolah.
      Ia berada di sekolah.
      Jadi ia tidak berada di masjid.

b.      Hukum-hukum Silogisme disyungtif
1.      Dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya valid, seperti:
Hasan berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata berbaju putih.
Jadi ia bukan tidak berbaju putih.
            Hasan berbaju putih atau tidak putih.
            Ternyata ia tidak berbaju putih.
Jadi ia berbaju non-putih.
2.      Dalam arti luas, kebenaran konklusinya adalah sebagai berikut:
a.       Bila premis minor mengakui salah satu alternatif, maka konklusinya sah(benar), seperti:
Budi menjadi guru atau pelaut.
Ia adalah guru.
Jadi bukan pelaut.
      Budi menjadi guru atau pelaut.
Ia adalah pelaut.
Jadi bukan guru.
b.      Bila premis minor mengingkari salah satu alternatif, konklusinya tidak sah (salah), seperti:
Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogya.
Ternyata tidak lari ke Yogya.
Jadi ia lari ke Solo. (Bisa jadi ia lari ke kota lain).
      Budi menjadi guru atau pelaut.
Ternyata ia bukan pelaut.
Jadi ia guru. (Bisa jadi ia seorang pedagang).
4.Silogisme Dilema
Dilema adalah suatu silogisme yang terdiri atas dua pilihan yang serba salah. Dilema selalu ada dua proporsisi hipotesis sebagai premis mayor. Dilema ada dua macam, yakni dilema konstruktif dan dilema destruktif. Dilema konstruktif jika di rumuskan secara Modus Ponendo Ponen (MPP). Dilema destruktif jika dirumuskan secara Modus Tolendo Tolen (MTT).
a.       Dilema konstruktif
Merupakan suatu bentuk penyimpulan yang bercabang dengan MPP, yaitu menetapkan antesenden masing-masing proposisi implikatif pada premis mayor maka kesimpulannya adalah menetapkan konsekuen masing-masing proposisi tersebut. Contoh: Jika siswa absen ketika harus belajar di kelas, itu berarti ia lalai, dan jika ia masuk kelas tetapi tertidur, itu pun berarti ia lalai. Siswa itu absen atau tertidur. Jadi, siswa itu lalai.
b.      Dilema distruktif
Merupakan suatu bentuk penyimpulan yang bercabang dengan MTT, yaitu mengingkari konsekuen masing-masing proposisi implikstif pada premis mayor maka kesimpulannya adalah mengingkari masing-masing antesenden proposisi tersebut.  Contoh: Jika ia pergi ke Bandung dengan menumpang pesawat terbang, ia akan tiba dua jam sebelum acara, dan jika ia menumpang bis umum, ia akan terlambat satu jam. Ia tidak tiba dua jam sebelum acara, atau ia tidak terlambat satu jam. Jadi, ia tidak pergi dengan menumpang pesawat terbang atau bus umum.
            Hukum-Hukum Dilema
Agar dilema dapat menjadi suatu cara pembuktian yang terjadi tautologi maka baik premis sebagai landasan penalaran maupun kesimpulannya, menurut Y.P. Hayon (2000) harus memenuhi hukum-hukum tertentu, yakni sebagai berikut:
a.       Premis yang berupa disjungsi harus sempurna, artinya harus menyebutkan semua bagian atau kemungkinan secara lengkap.
b.      Bagian-bagian disjungsi yang disebutkan harus bertentangan secara eksplisit satu dengan yang lain. Hal ini hanya bisa terjadiapabila masing-masing bagian atau kemungkinan tersebut, pada dirinya sendiri, bersifat eksklusif. Jika tidak demikian, lawan dapat menambah alternatif ketiga dengan maksud untuk menghindari kesimpulannya dan kalau begitu dilema, sebagai suatu pembuktian, sudah kehilangan kekuatannya.
c.       Konsekuensi yang dihasilkan dari masing-masing bagian disjungsi harus bersifat sah. Dengan kata lain, hubungan antara apa yang disyaratkan (konsekuensi) dengan anteseden sebagai syaratnya, harus sungguh-sungguh tepat.
d.      Kesimpulan yang diturunkan dari premis-premis sebuah dilema harus merupakan satu-satunya kesimpulan sehingga peluang dengan adanya retorsiatau kesimpulan lain yang mengandung penyangkalan eksplisit , tidak dimungkinkan. Sebab, kalau ada peluang untuk itumaka lawan dapat memanfaatkannya dengan melontarkan dilema tandingan dan dengan demikian, dilema asli dapat dengan mudah dirontokkan.


BAB IV
KESIMPULAN
1.      Silogisme adalah jenis penalaran deduksi secara tidak langsung. Silogisme merupakan penemuan terbesar dari ahli filsafat terkenal,  Aristoteles. Dalam pengertian umum, silogisme  suatu argument deduktif yang terdiri dari dua premis dan satu kesimpulan. Silogisme adalah setiap penyimpulan tidakl angsung, yang dari dua proposisi (premis-premis) disimpulkan suatu proposes baru (kesimpulan). Premis yang pertama disebut premise mum (premis mayor) dan yang kedua disebut premis khusus (premis minor). Kesimpulan itu berhubungan erat sekali dengan premis-premis yang ada. Jika premis-premisnya benar maka kesimpulannya juga benar.
2.      Macam-macam silogisme
a.      Silogisme Kategorik
Silogisme kategorik adalah argument yang terdiri atas tiga proposisi kategoris yang saling berkaitan, dua menjadi dasar penyimpulan (premis), satu menjadi kesimpulan yang ditarik (konklusi).
b.      Silogisme Disyungtif
Silogisme disyungtif adalah silogisme yang premis mayornya keputusan disyungtif sedangkan premis minornya keputusan kategorika yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor.
c.       Silogisme Hipotetik
Silogisme hipotetik adalah argument  yang  premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi kategorik  yang  menetapkan atau mengingkari term antecedent atau term  konsekuen premis mayornya.
d.      Silogisme Dilema
Dilema adalah suatu silogisme yang terdiri atas dua pilihan yang serba salah. Dilema selalu ada dua proporsisi hipotesis sebagai premis mayor. Dilema ada dua macam, yakni dilema konstruktif dan dilema destruktif. Dilema konstruktif jika di rumuskan secara Modus Ponendo Ponen (MPP). Dilema destruktif jika dirumuskan secara Modus Tolendo Tolen (MTT).


BAB V
PENUTUP
Demikian makalah yang kami buat, kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna yang seperti teman-teman harapkan. Maka dari itu, kami sangat  mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman semua, guna menjadikan makalah ini lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan atas perhatian kalian semua kami ucapkan terima kasih.




DAFTAR PUSTAKA
Mundiri,Logika,( Jakarta: Rajawali Pers, 2012) cet.15
Surajiyo dkk.,Dasar-dasar Logika,(Jakarta: PT.Bumi Aksara,2007) cet. II

Tidak ada komentar:

Posting Komentar