SILOGISME DALAM LOGIKA
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
MATA KULIAH :LOGIKA
DOSEN PENGAMPU :DEDI SUSANTO,
S.Sos.I., M.SI
DisusunOleh:
1. DhiajengAulia A. ( 14010160 )
2. RizkiUlfiyanti (1401016017)
3. LailyAlawiyatul F.
(1401016023)
4. Ida Arofa (1401016024)
BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Logika sebagai ilmu
yang menitik beratkan pencarian sebuah kebenaran melalui optimalisasi potensiakal
yang dimiliki manusia. Ini dilakukan dalam sebuah kerangka keilmuan,
dimana sesuatu yang tidak masuk akal, dalam hal ini bisa dilihat dari karakteristik
atau sifat dari setiap kata yang akan menggiring dalam sebuah kepastian akan kebenaran
suatu hal.
Silogisme adalah
proses menggabungkan tiga proposisi, dua menjadi dasar penyimpulan, satu menjadi
kesimpulan. Penyimpulan deduksi yang telah kita ketahui sekedarnya dapat kita laksanakan
melalui teknik-teknik, silogisme kategorik baik melalui bentuk standarnya maupun
bukan, silogisme hipotetik, silogisme disyungtif maupun dilema.
B.
RUMUSAN
MASALAH
a.
Apa Pengertian Silogisme?
b.
Apa saja Macam-macam silogisme?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Silogisme
Silogisme adalah jenis penalaran deduksi secara tidak langsung. Silogisme merupakan penemuan terbesar dari ahli filsafat terkenal, Aristoteles. Dalam pengertian umum,
silogisme suatu argument deduktif
yang terdiri dari dua premis dan satu kesimpulan. Silogisme adalah setiap penyimpulan tidakl angsung, yang dari dua proposisi
(premis-premis) disimpulkan suatu proposes baru
(kesimpulan). Premis yang
pertama disebut premise mum (premis mayor) dan yang kedua disebut premis khusus (premis minor). Kesimpulan itu berhubungan erat sekali dengan premis-premis yang ada. Jika premis-premisnya benar maka kesimpulannya juga benar.
Dalam penerapannya, ada empat silogisme yakni silogisme kategorik, silogisme hipotetik, silogisme disjungtif, silogisme dilema.
B.
Macam-macam Silogisme
1. Silogisme Kategorik
Silogisme kategorik adalah
argument yang terdiri atas tiga proposisi kategoris yang saling berkaitan, dua menjadi dasar penyimpulan (premis), satu menjadi kesimpulan
yang ditarik (konklusi).
Seluruh
argument mengandung tiga proposisi, yakni sebagai berikut:
a. Pengertian
yang menjadi subjek (S)
kesimpulan disebut term
minor.
b. Pengertian
yang menjadi predikat (P)
kesimpulan dsebut term mayor.
c. Pengertian
yang tidak terdapat dalam kesimpulan,
tetapi terdapat dalam kedua premis disebut term antara pembanding (M).
v Premis
yang memuat term minor disebut premis
minor.
v Premis
yang memuat term mayor disebut premis
mayor.
Jadi, dalam silogisme selalu ada tiga proposisi, yakni premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
Contoh:
Semua binatang makan. Sapi adalah binatang. Jadi sapi makan.
Term minor (S) :sapi.
Term Mayor (P): Makan. Term pembanding (M) :binatang
Premis mayor :semua binatang makan.
Premis minor: sapi itu binatang.
Kesimpulanataukonklusi:
sapimakan.
Ø Hukum-hukum silogisme kategorik.
1. Apabila dalam satu premis
particular, kesimpulan harus
particular.
Contoh:
Semua yang halal dimakan menyehatkan.
Sebagaian makanan tidak menyehatkan, jadi
Sebagian makanan tidak
halal dimakan.
2. Apabila salah satu premis negative, kesimpulan harus negative juga.
Contoh:
Semua mahasiswa terdidik
Sebagian manusia tidak terdidik, jadi
Sebagian manusia bukan mahasiswa
3. Dari
dua premis yang sama-sama particular tidak sah diambil kesimpulan.
Contoh:
Beberapa orang kaya
kikir.
Beberapa pedagang adalah
kaya.
Jadi, beberapa pedagang adalah kikir.
4. Dari
dua premis yang sama-sama negative, tidak menghasilkan kesimpulan apapun, karena tidak ada mata rantai
yang menghubungkan kedua proposisi premisnya.
Kesimpulan dapat diambil bila sedikitnya salah satu premisnya positif. Kesimpulan yang ditarik dari dua premis negative adalah tidak sah.
Contoh:
Kerbau bukan bunga mawar.
Kucing bukan bunga mawar.
5. Term
predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat yang ada pada premisnya.
Bila tidak, kesimpulan menjadi sah.
Contoh:
Kerbau adalah binatang.
Kambing bukan kerbau.
Jadi, kambing bukan binatang.
Ø Bentuk dan
Modus Silogisme
Dengan memerhatikan kedudukan
term pembanding (M) dalam premis pertama maupun dalam premis kedua, silogisme kategoris dapat dibedakan antara empat bentuk atau empat pola yakni sebagai berikut:
1. Silogisme
Sub-Pre. Suatu bentuk silogisme yang term pembandingnya dalam premis pertama sebagai subjek dan dalam premis kedua sebagai predikat.
Polanya: M P , S M, S P
Contoh:
Semua manusia akan mati.
Eka adalah manusia.
Jadi, Eka akan mati.
2. Silogisme Bis-Pre. Suatu bentuk silogisme
yang term pembandingnya menjadi predikat dalam kedua premis.
Polanya: P M, S M, S P.
Contoh:
semua orang yang berjasa terhadap Negara adalah pahlawan.
Soekarno adalah pahlawan.
Jadi, Soekarno adalah orang yang berjasa terhadap
agama.
3. Silogisme Bis-Sub. Suatu bentuk silogisme
yang term pembandingnya menjadi subjek dalam kedua premis.
Polanya: M P, M S, S P.
Contoh:
Manusia adalah berbudaya.
Manusia itu juga berakal budi.
Jadi, semua yang berakal budi adalah berbudaya.
4. Silogisme
Pre-Sub. Suatu bentuk silogisme yang term pembandingnya dalam premis pertama sebagai predikat dan dalam premis kedua sebagai subjek.
Polanya: P M, M S, S P.
Contoh:
Semua influenza adalah penyakit.
Semua penyakit adalah mengganggu kesehatan.
Jadi, sebagian yang
mengganggu kesehatan adalah influenza.
2. Silogisme Hipotetik
Silogisme hipotetik adalah
argument yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik,
sedangkan premis minornya adalah proposisi kategorik yang menetapkan atau mengingkari term antecedent atau term konsekuen premis mayornya.
a.Macam-macam silogisme Hipotetik.
1. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naikb ecak.
2. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian konsekuennya,
seperti:
Bila hujan, bumi akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi, hujan telah turun.
3. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari antecent, seperti:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa.
Jadi kegelisahan tidak akan timbul.
4. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuensinya, seperti:
Bila mahasiswa turun kejalanan, pihak penguasa akan gelisah.
Pihak penguasa tidak gelisah.
Jadi, mahasiswa tidak turun ke jalanan.
b.
Hukum – hukum Silogisme Hipotetik.
Mengambil konklusi
dari silogisme hipotetik jauh lebih mudah
dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang penting disini adalah
menentukan kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan yang benar.
Bila antecedent kita
lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, jadwal hukum silogisme hipotetik
adalah:
1.
Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
2.
Bila A tidak terlaksana maka Bjuga tidak terlaksana.
(tidak sah = salah)
3.
Bila B terlaksana, maka A juga terlaksana. (tidak sah =
salah)
4.
Bila B tidak terlaksana maka A juga tidak terlaksana.
3.
Silogisme Disyungtif
a.
Pengertian Silogisme Disyungtif
Silogisme disyungtif adalah silogisme yang premis
mayornya keputusan disyungtif sedangkan premis minornya keputusan kategorika
yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis
mayor.
Silogisme ini ada dua macam, silogisme disyungtif dalam
arti sempit dan silogisme disyungtif dalam arti luas. Silogisme disyungtif
dalam arti sempit mayornya mempunyai alternatif kontradiktif, seperti:
Ia
lulus atau tidak lulus.
Ternyata
ia lulus, jadi
Ia
bukan tidak lulus.
Silogisme disyungtif dalam arti luas premis mayornya
mempunyai alternatif bukan kontradiktif
Hasan
di rumah atau di pasar.
Ternyata
tidak di rumah.
Jadi
di pasar.
Silogisme
disyungtif dalam artian maupun arti luas mempunyai dua tipe yaitu:
1.
Premis minornya mengingkari salah satu alternatif,
konklusinya adalah mengakui alternatif yang lain, seperti:
Ia berada di luar atau di dalam.
Ternyata tidak berada di luar.
Jadi ia berada di dalam.
Ia berada di
luar atau di dalam.
Ternyata tidak
berada di dalam.
Jadi ia berada
di luar.
2.
Premis minor mengakui salah satu alternatif,
kesimpulannya adalah mengingkari alternatif yang lain, seperti:
Budi di masjid atau di sekolah.
Ia berada di masjid.
Jadi ia tidak berada di sekolah.
Budi di masjid
atau di sekolah.
Ia berada di
sekolah.
Jadi ia tidak berada
di masjid.
b.
Hukum-hukum Silogisme disyungtif
1.
Dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar,
apabila prosedur penyimpulannya valid, seperti:
Hasan berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata berbaju putih.
Jadi ia bukan tidak berbaju putih.
Hasan
berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata
ia tidak berbaju putih.
Jadi ia berbaju
non-putih.
2.
Dalam arti luas, kebenaran konklusinya adalah sebagai
berikut:
a.
Bila premis minor mengakui salah satu alternatif, maka
konklusinya sah(benar), seperti:
Budi menjadi guru atau pelaut.
Ia adalah guru.
Jadi bukan pelaut.
Budi menjadi
guru atau pelaut.
Ia adalah pelaut.
Jadi bukan guru.
b.
Bila premis minor mengingkari salah satu alternatif,
konklusinya tidak sah (salah), seperti:
Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogya.
Ternyata tidak lari ke Yogya.
Jadi ia lari ke Solo. (Bisa jadi ia lari ke kota lain).
Budi menjadi
guru atau pelaut.
Ternyata ia bukan
pelaut.
Jadi ia guru. (Bisa
jadi ia seorang pedagang).
4.Silogisme
Dilema
Dilema adalah suatu silogisme yang terdiri atas dua
pilihan yang serba salah. Dilema selalu ada dua proporsisi hipotesis sebagai
premis mayor. Dilema ada dua macam, yakni dilema konstruktif dan dilema
destruktif. Dilema konstruktif jika di rumuskan secara Modus Ponendo Ponen
(MPP). Dilema destruktif jika dirumuskan secara Modus Tolendo Tolen (MTT).
a.
Dilema konstruktif
Merupakan suatu
bentuk penyimpulan yang bercabang dengan MPP, yaitu menetapkan antesenden
masing-masing proposisi implikatif pada premis mayor maka kesimpulannya adalah
menetapkan konsekuen masing-masing proposisi tersebut. Contoh: Jika siswa absen
ketika harus belajar di kelas, itu berarti ia lalai, dan jika ia masuk kelas
tetapi tertidur, itu pun berarti ia lalai. Siswa itu absen atau tertidur. Jadi,
siswa itu lalai.
b.
Dilema distruktif
Merupakan suatu
bentuk penyimpulan yang bercabang dengan MTT, yaitu mengingkari konsekuen
masing-masing proposisi implikstif pada premis mayor maka kesimpulannya adalah
mengingkari masing-masing antesenden proposisi tersebut. Contoh: Jika ia pergi ke Bandung dengan
menumpang pesawat terbang, ia akan tiba dua jam sebelum acara, dan jika ia
menumpang bis umum, ia akan terlambat satu jam. Ia tidak tiba dua jam sebelum
acara, atau ia tidak terlambat satu jam. Jadi, ia tidak pergi dengan menumpang
pesawat terbang atau bus umum.
Hukum-Hukum Dilema
Agar dilema dapat menjadi suatu cara pembuktian yang
terjadi tautologi maka baik premis sebagai landasan penalaran maupun
kesimpulannya, menurut Y.P. Hayon (2000) harus memenuhi hukum-hukum tertentu,
yakni sebagai berikut:
a.
Premis yang berupa disjungsi harus sempurna, artinya
harus menyebutkan semua bagian atau kemungkinan secara lengkap.
b.
Bagian-bagian disjungsi yang disebutkan harus
bertentangan secara eksplisit satu dengan yang lain. Hal ini hanya bisa terjadiapabila
masing-masing bagian atau kemungkinan tersebut, pada dirinya sendiri, bersifat
eksklusif. Jika tidak demikian, lawan dapat menambah alternatif ketiga dengan
maksud untuk menghindari kesimpulannya dan kalau begitu dilema, sebagai suatu
pembuktian, sudah kehilangan kekuatannya.
c.
Konsekuensi yang dihasilkan dari masing-masing bagian
disjungsi harus bersifat sah. Dengan kata lain, hubungan antara apa yang
disyaratkan (konsekuensi) dengan anteseden sebagai syaratnya, harus
sungguh-sungguh tepat.
d.
Kesimpulan yang diturunkan dari premis-premis sebuah
dilema harus merupakan satu-satunya kesimpulan sehingga peluang dengan adanya
retorsiatau kesimpulan lain yang mengandung penyangkalan eksplisit , tidak
dimungkinkan. Sebab, kalau ada peluang untuk itumaka lawan dapat memanfaatkannya
dengan melontarkan dilema tandingan dan dengan demikian, dilema asli dapat
dengan mudah dirontokkan.
BAB IV
KESIMPULAN
1.
Silogisme adalah jenis penalaran deduksi secara tidak langsung. Silogisme merupakan penemuan terbesar dari ahli filsafat terkenal, Aristoteles. Dalam pengertian umum,
silogisme suatu argument deduktif
yang terdiri dari dua premis dan satu kesimpulan. Silogisme adalah setiap penyimpulan tidakl angsung, yang dari dua proposisi
(premis-premis) disimpulkan suatu proposes baru
(kesimpulan). Premis yang
pertama disebut premise mum (premis mayor) dan yang kedua disebut premis khusus (premis minor). Kesimpulan itu berhubungan erat sekali dengan premis-premis yang ada. Jika premis-premisnya benar maka kesimpulannya juga benar.
2.
Macam-macam silogisme
a. Silogisme Kategorik
Silogisme kategorik adalah
argument yang terdiri atas tiga proposisi kategoris yang saling berkaitan, dua menjadi dasar penyimpulan (premis), satu menjadi kesimpulan
yang ditarik (konklusi).
b.
Silogisme Disyungtif
Silogisme disyungtif adalah silogisme yang premis
mayornya keputusan disyungtif sedangkan premis minornya keputusan kategorika
yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis
mayor.
c. Silogisme Hipotetik
Silogisme hipotetik adalah
argument yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik,
sedangkan premis minornya adalah proposisi kategorik yang menetapkan atau mengingkari term antecedent atau term konsekuen premis mayornya.
d.
Silogisme Dilema
Dilema adalah suatu silogisme yang terdiri atas dua
pilihan yang serba salah. Dilema selalu ada dua proporsisi hipotesis sebagai
premis mayor. Dilema ada dua macam, yakni dilema konstruktif dan dilema
destruktif. Dilema konstruktif jika di rumuskan secara Modus Ponendo Ponen
(MPP). Dilema destruktif jika dirumuskan secara Modus Tolendo Tolen (MTT).
BAB V
PENUTUP
Demikian makalah yang kami buat, kami menyadari bahwa makalah ini
belum sempurna yang seperti teman-teman harapkan. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman semua, guna
menjadikan makalah ini lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca dan atas perhatian kalian semua kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Mundiri,Logika,( Jakarta: Rajawali Pers, 2012)
cet.15
Surajiyo dkk.,Dasar-dasar Logika,(Jakarta: PT.Bumi
Aksara,2007) cet. II
Tidak ada komentar:
Posting Komentar