Kamis, 01 Juni 2017

Tauhid (kritik ulama khalaf terhadap aliran syi'ah)




KRITIK ULAMA KHALAF TERHADAP ALIRAN SYI’AH

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Tauhid
Dosen Pengampu: Drs. A. Ghofir Romas
DosenPengampu:

Oleh:
1)      Ida Arofa                                (1401016024)
2)      Nivora Miga Frilendi              (1401016025)
3)      Anis Lud Fiana                       (1401016026)

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG2015

BAB I
Pendahuluan
1.      Latar Belakang
Persoalan  yang pertama kali timbul dalam Islam, bukanlah dalam bidang teologi melainkan dalam bidang politik. Tetapi persoalan politik segera menigkat menjadi persoalan teologi. Para ahli sosiologi ilmu pengetahuanpun berpendapat bahwa gagasan-gagasan teologi dan filsafat mempunyai rujukan politik dan sosial. Persoalan politik yang mulai muncul di akhir masa jabatan Usman menimbulkan rasa tidak puas, sementara pihak terdapat kebijaksanaan politiknya terus meluas ketika Ali menggantikanya dan memuncak setelah diadakan perdamaian antara Ali dan Muawiyyah.
Kata Syi’ah  Ali sudah terkenal secara umum ketika terjadi perselisishan antara Muawiyah dan Ali setelah khalifah Usman terbunuh. Dalam makalah ini akan dijelaskan lebih jelas tentang aliran Syi’ah.
2.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah Timbulnya Aliran Syi’ah?
2.      Apa Saja Pokok-pokok Ajaran Syi’ah?
3.      Bagaiman Perkembangan Aliran Syi’ah?

BAB II
Pembahasan

1.      Sejarah Timbulnya Syi’ah
Berasal dari bahasa Arab, artinya pendukung atau golongan. Kata jamaknya syiya’un.
Firman Allah SWT dalam surah Al-An’am, yaitu:
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ}(الأنعام/159).
Artinya:  Sesungguhnya orang-orang yang memecah  Agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat. (Q.S. Al-An’am :159)
 Dari sini Syi’ah di maksudkan sebagai suatu golongan dalam Islam yang beranggapan bahwa Syyidina Ali bin Abi Thalib ra. Adalah orang yang berhak sebagai khalifah pengganti Nabi, dan lebih utama dari pada Abu Bakar as-Shiddiq,  Umar bin Khattab, dan Usman bin Affan adalah pengasab ( perampas) kedudukan khalifah.
Disamping itu mereka mempunyai ulama-ulama sendiri yang menjadi panutannya di berbagai cabang ilmu-ilmu ke-Islaman. Ulama ilmu kalam yang paling masyhur adalah Hisyam bin Hakam dan Syaikhan Thaq Muhammad Nu’man al-Ahwal.[1]
Peristiwa wafatnya Nabi Muhammad SAW , tanggal  8 januari 632 M, telah menimbulkan perjuangan keagamaan dan politik dalam masyarakat islam yang kemudian mengakibatkan perpecahahan antar golongan.
Beliau tidak pernah berwasiat siapa yang menjadi penggantinya (khalifah) sesudah beliau wafat nanti dan demikian pula tidak memberikan petunjuk pedoman-pedoman cara pemilihan khalifah. Golongan Anshor menghendaki Sa’ad bin Ubadah sebagai kholifah. Sedangkan golongan Muhajirin mencalonkan Abu Bakar as-Shiddiq.
Kelompok Syi’ah  yang minoritas menganggap bahwa peran ini harus di pegang oleh keluarga Nabi dan karenannya mendukung Ali Bin Abi Thalib. Jabatan kepemimpinan Ali ini dianggap mereka atas dasar penunjukan ta’yir dan wasiat (nash). Mereka yang mendukung Ali inilah di sebut kelompok Syi’ah.[2]
Syi’ah artinya sahabat atau pengikut, adapun maksud madzhab syi’ah ialah faham yang mengagungkan keturunan Nabi Muhammad SAW, mereka mendahulukan keturunan-keturunan Nabi untuk menjadi khalifah, yitu Ali
Dengan demikian dapat di pahami, bila kelompok Syi’ah meyakini bahwa setelah wafatnya Nabi, kekhalifahan dana kekuasaan agama berada di tangan Ali. Namun hal ini kemyataan yang berlawanan dengan harapan mereka, justru pada saat Nabi wafat mereka mendengar bahwa Abu Bakar telah di baiat oleh para sahabat.
Ali sebenarnya tidak menonjolkan diri untuk merebut kekhalifahan, beliau insyaf bahwa yang berhak menjadi khalifah itu bukan dari keturunan tetapi harus melalui pemilihan umum dan persetatuan umat.
Pokok-pokok ajarannya, mereka berkeyakinan bahwa yang dijadikan iman sesudah wafatnya Nabi ialah Ali, Ali adalah guru yang ulung danyang mewarisi segalanya pengetahuan yang ada pada Nabi, bahkan Ali dianggap ma’sum dari kesalahan karena itu menurut mereka mentaati dan mempercayai Ali termasuk rukun iman juga. Sedangkan khalifah-khalifah yang terdahulu adalah khalifah-khalifah yang merampas hak Ali, kekhalifahan mereka tidaklah sah.
Menurut aliran Syi’ah Zaidiah, kekhalifahan sebelum Ali itupun sah.
Sesudah itu, kekhalifahan itu tetap turun menurun kepada anak cucunya, dan ini seolah-olah menjadi ketetapan Allah.
Dalam menentukan keturunan itu, timbul perbedaan pendapat, karena Ali mempunyai anak Hasan, Husain dan masing-masing mempunyai beberapa anak.[3]
Sehingga timbullah pertikaian, kepada siapa jatuhnya kekhalifahan itu, dan lahirlah berbagai aliran dalam syi’ah. Golongan Syi’ah ini terpecah belah menjadia beberapa aliran  disebabkan karena:
·         Perbedaan pendapat dalam prinsip-prinsip ajaran.
·         Perbedaan pendapat tentang menentukan imam.
2.      Pokok-pokok Ajarannya
Adapun ajaran yang terpenting dalam Syi’ah adalah:
a.       Al-‘Ishmah
Menurut keyakinan golongan Syi’ah bahwa imam-imam mereka itu sebagaimana para Nabi adalah bersifat al-ishmah atau ma’shum dalam segala tindak lakunya, tidak pernah berbuat dosa besar maupun kecil, tidak ada tanda-tanda berlaku maksiat, tidak boleh berbuat salah atau lupa. Hal itu didasarkan pada:
1)      Apabila imam berbuat salah, maka dibutuhkan imama lain untuk memberikan petunjuk. Lawan-lawan golongan Syi’ah menolak ajaran tersebut.
2)      Imam itu adalah pemelihara syariat. Oleh karena itu imam harus maksum.
b.      Imam al-Mahdi
Paham al-Mahdi ini berpengaruh dalam masalah-masalah politik, sosial, dan Agama. Untuk  memantapkan dan membangkitkan  semangat keberanian perjuangan, maka pemimpin-pemimpin Syi’ah mengatakan bahwa waktuny nanti al-Mahdi imam yang maksum akan menghancurkan pemerintahan Bani Umayah. Namun demikian kalau kita teliti dengan seksama ternyata tidak semua aliran  dalam golongan Syi’ah mempercayai tentang adaanya al-Mahdi ini. Secara maknawiarti al-mahdi adalah orang yang memberi petunjuk. Imam ke-12 yang bernama Muhammad al-Mahdi, dipercayai oleh kelompok Syi’ah Istna ‘Asyariah sebagai al-mahdi yang di janjikan.  

c.       Ar-Raj’ah
Paham al-Mahdi erat hubuganya  dengan paham ar-raj’ah, yaitu keyakinan orang-orang Syi’ah tentang akan datangnya imam mereka selain ghaib, untuk menegakkan keadilan, menghancurkan kezaliman, dan membangun kembali kekuasaan mereka.. al-ra’jah berarti kembali, suatu doktrin yang bersifat eskatologis, yaitu menjelang hari kiamat kelak, timbul kekacauan yang menyeluruh di dalam masyarakat, lalu Tuhan mengutus seorang laki-laki yang telah menghilang, kembali sebgai menyelamatkan orang-orang yang sesat.
d.      At-Taqiyyah
Taqiyyah artinya takut. Menurt golongan Syi’ah, taqiyyah itu merupakan program rahasia. Taqiyah berarti menyembunyikan identitas. Konsep taqiyah dipergunakan oleh penganut Syi’ah dalam perlawanannya terhadap orang-orang yang memusuhinya. Penyembunyian identitas tidak hanya diizinkan, tetapi merupakan kewajiban yang fundamental.[4]
3.      Perkembangannya
Golongan Syi’ah ternyata dalam sejarah pekmbangannya terpecah belah menjadi 25 aliran, diantaranya yaitu:
a.       Al imamiyah
Dinamaka Al Imaniah karena pengikut-pengikutnya menumpahkan iman atas kepercayaan yang sepenuhnya kepada Ali bin Abi Thalib dan anak-anaknya, begitu juga mempercayai keyakinan yang teguh bahwa manusia harus mempunyai imam atau menantikan seorang imam yang akan lahir pada akhir masa guna membawa keadilan pada dunia ini.
Faham ini berpendapat Nabi telah menetapkan kekhalifahan itu kepada Ali, kemudian diturunkann kepada keturunan Fatimah, sedangkan Abu Bakar dan Umar adalah orang yang merampas Ali, hal ini teemasuk rukun iman.
Mereka menetapkan bahwa iman hanya dua belas saja yaitu : Ali bin Abi Tholib, Hasan dan Husain bin Ali bin Abi Tholib , Ali bin Husain atau Zaenal Abidin, Muhammad Al Baqir, Ja’far Shadiq, Musa Al Kazim, Ali Ridho, Muhammad Al aJawad, Ali Al Hadi, Hasan Al Asykari, dan Muhammad bin Hasan Al Mahdi, semua anak-anak dan cicit dari Ali bin Abi Tholib. Tetapi berbeda pendapat tentang imam yang dinantikan itu, ada glongan yang menunggu Ja’far Ash Shadiq, ada yang menantikan Muhammad bin Abdullah bin Hasan, dan Muhammad Al Mahdi nin Al Hasan Al Asyhari.
Sebagaimana faham Syi’ah pada umumnya dan mazab Al Imamiyah pada khususnya sependapat sdengan Mu’tazilah yaitu dalam masalah tauhid dan keadilan Tuhan, tetapi menentangnya dalam tiga masalah lain yaitu masalah janji dan ancaman, tempat diantara dua tempat dan amar ma’ruf nahio munkar, mereka mengikuti faham Al Asy’ariyah dalam pendiriannya.
Madzab ini tersebar di Persia, dan madzab inilah yang menjadi resmi pemerintahan Iran sekarang.
b.      Az Zaidiyah
Pimpinanya bernama Zaid bn Zainul Abidin, bin Al Hasan bin Ali, faham ini paling murni daripada lainnya, pendiriannya dekat dengan Ahli Sunnah Wal Jama’ah. Golingan ini tidak meyakini sift-sifat yang berlebihan atau sifat-sifat kebanyakan yang itujukan kepada Ali, seperti pendapat bahwa Ali bersifat dengan sifat-sifat ketuhanan.
Setelah Zaid meninggal, golongan Az Zaidiyah terpecah belah dan berpencar kemana-mana, kebanyakan orang yang masih menjadi pengikutnya yang setia bahkan Iman Yahya raja Yaman masih keturunan Saidiyah. Mereka berpendapat bahwa rakyat  berhak memilih imam mereka dari keturunan Rasulullah SAW. Mereka juga menegaskan bahwa boleh memilih yang mafdhul ( ysang kurang dalam keutamaan), biarpun ada orang yang afdhal (lebih utama). Sebagai konsekuensi dari prinsip ini, mereka menerima keimanan tiga orang yang pertama (Abu Bakar ra, Umar ra. Dan Usman ra.) yang umumnya tidak diakui oleh kaum Syi’ah yang lain.
c.       Al Isma’iliyah
Faham ini percaya kepada imamnya Ismail bin Ja’far Ash Shadiq, faham ini menghimpun ajaran-ajarannya dalam sembilan tingkat, tingkat pertama dimulai dari gerakan-gerakan ajaran Islam.
Mereka mempertanyakan, apakah artinya melempar Jumroh, mencium Hajar Aswad, pertanyaan itu terus menerus sampai pengikutnya merasa ragu-ragu, orag akan menghindari ajaran-ajaran Islam, lalu melepaskan diri dari syari’at Islam.
Mereka menta’wilkan ajaran-ajaran Islam sekehendak hati, wahyu itu semata-mata di oleh kesucin dan kejernihan jiwa, dan segala kewajiban manusia seperti sembahyang, puasa, zakat, dan haji, hanyalah ditentukan ountuk orang-orang umum, untuk kepala dan pemimpin tidak ada kewajiban menjalankannya.
Mereka menganggap ahli-ahli filsafat sebagai Nabi. Jadi mereka berpendapat Al-Qur’an, tidak boleh difahamkan secara lahiriyah saja, tetapi harus dita’wilkaan dan majas, Al-Qur’an itu mengandung makna lahir dan batin.
Pada pertengahan abad keempat Hijriyah, Syi’ah berhasil menguasai Mesir dan sebagai monumennya ialah Perguruan Tinggi Al Azhar yang di bangun di kota Kairo, pada tahun 363 H. Beberapa negara kecil bercorak Syi’ah timbul di Syam dan Persi, kira-kira abad 10, 11, dan 12 M.
Pada abad, Syi’ah berada dalam puncak keemasannya, sedangkan masa itu pemerintahan Abbasiyah hanya dapat berkuasa di daerah psat saja, yaitu Bagdad.
Tetapi ketika Salahuddin Al Ayyubi mengusai Syam dan Mesir, ia menganjurkan madzab Syafi’I dan Ahli Sunnah wal Jma’ah untuk anutan rakyat. Kerajaan Turki belakangan bermadzab Aliran Sunnah wal JAma’ah pula.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aliran Syi’ah hanya kedok untuk mencapai kekuasaan, mereka berlindung pada panji-panji Syi’ah untuk tujuan tertentu. Syi’ah menjadi tempat persembunyian orang-orang yang memecah kesatuan umat Islam, dan dari golongan Yahudi, Nasrani, Zindik dan lainnya.
Ciri khas dalam kalangan Syi’ah, walaupun kelihatannya bermacam-macam, tetapi satu dalam anggapannya bahwa Ali dengan sebagian keturunannya akan bangkit kembali untuk memerintah dengan keadilan, disaat dunia ini penuh dengan kedhaliman. Di antara keturunan Ali yang akan kembali kedunia nanti ialah : Rafidhah, Baqiriyah, Haruniyah dan Ismaniyah.
Kepercayaan ini sebenarnya berasal dari agama Yahudi, dan yang memberikan sifat Ke-Tuhanan adalah gejala-geajala dari pengaruh Masehi.
Ada pula yang berpendapat, bahwa Ali masih hidup, tidak terbunuh, karena Ali dikaruniai sifat-sifat Ke-Tuhanan, yang tak akan pernah mati, serta dapat melayang-layang di awing-awang.
Petir dan guruh adalah gelak ketawa Ali, kilat adaalah senyuman. Ada pula kepercayaan lainnya bahwa roh itu berpindah dari tubuh yang satu ke tubuh yang lai, dan Allah berjisim serta dapat menjelma ke dalam tubuh manusia, hal ini adalah pengaruh-pengaruh agama Hindu, Majuzi dan Persia.   [5]
d.      Al-Kaisaniyah
Syi’ah Al-Kaisaniyah, pengikut Mukhtar bin Abi Ubaid as-Tasqafy. Mula-mula ia pengikut Khawarij, kemudian menjadi pengikut Abdullah bin Zubair di Makkah. Setelah Abdullah bin Zubair terbunuh pada perang jamal, dia melarikan diri ke kufah dan akhirnya dibai’at menjadi pengikut Syi’ah.
Al-Kaisaniyah dikaitkan dengan nama budak Sayyidina Ali,bernama Kaisan. Pengikut al-Kaisaniyah beranggapan bahwa imam pengganti Ali adalah Muhammad al-Hanafiyah. Sebab ketika terjadi perang jamal, Sayyidina Ali menyerahkan bendera pasukan kepadannya.
Pokok-pokok ajaran Syi’ah al-Kaisaniyah dapat diringkaskan sebagai betikut.
1)      Mereka tidak percaya adanya roh Tuhan menetes ke dalam tubuh Sayyidina Ali.
2)      Mereka mempercayai kembalinya imam (raj’ah) setelah meninggalnya.
3)      Mereka beranggapan bahwa Allah SWT. Merubah kehendak-Nya menurut perubahan ilmu-Nya.
4)      Mereka mempercayai adanya reinkarnasi  (tanasukh al-arwah).
5)      Mereka mempercayai adanya roh.[6]
e.       Al-Ghaliyah atau Ashab Ghulat
            Syiah Al-Ghaliyah atau Ashab Ghuka, golongan Syi’ah yang ajaran-ajaranya telah melampai batas (extreeme).  Kata al-Ghulat adalah jama’ dari ghali, ism fail dari kata  ghala yaghulu ghuluwan yang artinya lebih dari batas atau berlebih-lebihan. Mereka ada yang berpendapat bahwa imam-imam mereka mempunyai unsur-unsur ke Tuhanan. Ada pula menyerupakan Tuhan dengan makhluk-Nya. Diantara aliran-aliran Al-Ghaliyah yang keterlaluan adalah As-Sabaiyah, Al-Albaiyah, dan Al-Khatthabiyah. Aliran As-Sabaiyah adalah pengikut Abdullah bin Saba’. Orang Yahudi dan Persia, yang pura-pura masuk Islam.
Syi’ah Ghulat mempunyai tujuan untuk merusak Islam dari dalam secara sembunyi-sembunyi.[7]
f.       Syiah itsna’asyariah
Syi’ah istna’asyariah dan syi’ah ismailiyah pada awalnya merupakan suatu kelompok. Namun setelah wafatnya imam ke enam yang bernama Ja’far al Shadiq, mereka terpecah menjadi dua kelompok. Perselisihan itu di awali, siapa pengganti imam ke enam tersebut, itsna ‘asyariyah berpendapat bahwa Musa al-Kazim-lah penggantinya. Karena Ismail anak tertua Ja’far telah meninggal sewaktu Imam Ja’far masih hidup. Ismailiyah menolak pengangkatan Musa al-Kazim dan tetap setia kepada Ismail, meski ia telah wafat.
Itsna’ asyariah bearati dua belas. Arti dua belas yang sudah terbentuk sesudah pertengahan abad ke-3 H/10 M dikaitkan dengan pengakuan mereka bahwa imam yang sah adalah dari keturunan Ali yang berjumlah  12 orang. Sehabis imam ke-12, jabatan imamah yakni pimpinan terttinggi yang bersifat sentral terhenti.
Paham istna’ asyariah dan umumnya paham syiah lainya, banyak terpengaruh oleh unsur-unsur luar, seperti ajaran Yahudi, Kristen, dan Zoroaster, sejak masuknya orang-orang Persia ke dalam Islam dan setelah peristiwa Karbala. Pengaruh-pengaruh ini dimungkinkan oleh kondisi geografis Irak, khususnya Kufah, pusat kaum Syi’ah dan tempat berkembangnya filsafat Yunani dan Persia.
Pembahasan terpenting dalam Syi’ah adalah sekitar persoalan keimaman. Wajibnya keimaman menurut Syi’ah Istna’ Asyariah dapat dilakukan dengan pembuktian naqliyah, aqliyah, tarkhiyah. Menurut Syi’ah istna Asyariah, keimaman adalah sesuatu lembaga yang tak terpisahkan dari maasalah politik dan Agama. Imam berfungsi secara esoteris dalam menafsirkan rahasia-rahasia dari Al-Qur’an dan syariat. Kelompok ini berpendapat bahwa pengganti Rasulullah mestilah seseorang yang tidak hanya mengatur masyarakat denagan adil, akan tetapi juga mampu menfsirkan syariat. Karena itu dia harus maksum, yaitu bebas dari kesalahan dan dosa, dan dipilih darri langit dengan nash, yakni ketetapan Tuhan dari Nabi. Ahl al-Sunnah menerima kemaksuman Nabi, tetapi menolak kemaksuman imam.
Berlainan dengan Sunni, kaum Syi’ah meyakini bahwa keimaman sebagai bagian dari rukun mereka. Syiah membagi rukun iman atas lima bagian, yaitu sebagai berikut:
1.      Tauhid, percaya kkepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.      Al-Nubuwwah, yaitu percaya kepada kenabian Nabi Muhammad.
3.      Al- Ma’ad, yaitu keimanan akan hari kebangkitan, percaya bahwa setiap orang akan hidup dalam alam yang akan datang.
4.      Al-Adl, yaitu keimanan pada keadilan Allah. Akal manusia dapat menjangkau keadilan Tuhan dan karena itu kelompok ini juga kerap disebut ahl-‘adl.
5.      Imam, yaitu percaya kepada imam.
Meskipun ketetapan urutan rukun dari berbagai sumber terdapat perbedaan. Namun empat dari lima rukun ini terdapat persamaan dengan rukun iman Sunni, tetapi berbeda dalama penguraiannya. Tentang prinsip ai-adl, paham Syi’ah ada prinsip kesamaan pendapat dengan aliran Mu’tazilah. Tentang keimaman, Syi’ah berbeda pendapat dengan Sunni. Aliran Sunni tidak mengakui imam bagian dari rukun iman. Bagi mereka imam/khalifah adalah wakil Allah dalam memelihara Agama. Adapun imam bagi Syi’ah, seperti telah digmbarkan, yaitu penunjukkannya dengan ta`yin, nash, dan maksum. Imam wajib ada sepanjang zaman. Orang yang tidak mempunyai imam adalah  sesat, bila dia mati dalam keadaan tidak berimam maka dia mati dalam keadaan kafir dan munafik.[8]
4.      Pendapat makalah tentang Aliran Syi’ah       
Kami setuju dengan aliran Syi’ah az zaidah  karena faham ini paling murni daripada lainnya, pendiriannya dekat dengan Ahli Sunnah Wal Jama’ah. Golingan ini tidak meyakini sift-sifat yang berlebihan atau sifat-sifat kebanyakan yang itujukan kepada Ali, sepertipendapat bahwa Ali bersifat dengan sifat-sifat ketuhanan.
Mereka berpendapat bahwa rakyat  berhak memilih imam mereka dari keturunan Rasulullah SAW. Mereka juga menegaskan bahwa boleh memilih yang mafdhul ( ysang kurang dalam keutamaan), biarpun ada orang yang afdhal (lebih utama). Sebagai konsekuensi dari prinsip ini, mereka menerima keimanan tiga orang yang pertama (Abu Bakar ra, Umar ra. Dan Usman ra.) yang umumnya tidak diakui oleh kaum Syi’ah yang lain.









Kesimpulan
Syi’ah artinya sahabat atau pengikut, adapun maksud madzhab syi’ah ialah faham yang mengagungkan keturunan Nabi Muhammad SAW, mereka mendahulukan keturunan-keturunan Nabi untuk menjadi khalifah, yitu Ali.
Pokok-pokok ajarannya, mereka berkeyakinan bahwa yang dijadikan iman sesudah wafatnya Nabi ialah Ali, Ali adalah guru yang ulung danyang mewarisi segalanya pengetahuan yang ada pada Nabi, bahkan Ali dianggap ma’sum dari kesalahan karena itu menurut mereka mentaati dan mempercayai Ali termasuk rukun iman juga.















Daftar pustaka
A.Nasir, Sahilun. 2010. Pemikiran Kalam (TEOLOGI ISLAM). Jakarta:  PT Raja Grafindo Persada.
Romas, A. Ghofir. 1997. Ilmu Tauhid. Semarang: Badan Penerbit Fakultas Da’wah IAIN Walisongo.
Nurdin, M. Amin. 2012. Sejarah Pemikiran Islam. Jakarta: Amzah.





[1]  Sahilun  A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologo Islam), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2012), hlm.72
[2]  Amin Nurdin, Sejarah Pemikiran Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), hlm. 175-176
[3]  A. Ghofir Romas, Tauhid, ( Semarang: Badan Penerbit Dakwah dan Komunikasi, 1997), hlm.  82-83
[4] Amin Nurdin, Sejarah Pemikiran Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), hlm. 86-98
[5] A. Ghofir Romas, Tauhid, ( Semarang: Badan Penerbit Dakwah dan Komunikasi, 1997), hlm. 83-89
[6] Sahilun  A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologo Islam), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2012), hlm. 107-109
[7] Sahilun  A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologo Islam), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2012), hlm.  120
[8] Amin Nurdin, Sejarah Pemikiran Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), hlm. 180

Tidak ada komentar:

Posting Komentar