KRITIK ULAMA KHALAF TERHADAP ALIRAN SYI’AH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah: Tauhid
Dosen
Pengampu: Drs. A. Ghofir Romas
DosenPengampu:
Oleh:
1)
Ida Arofa (1401016024)
2)
Nivora Miga Frilendi (1401016025)
3)
Anis Lud Fiana (1401016026)
FAKULTAS
DAKWAH DAN KOMUNIKKASI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG2015
BAB I
Pendahuluan
1.
Latar Belakang
Persoalan yang pertama kali timbul dalam Islam,
bukanlah dalam bidang teologi melainkan dalam bidang politik. Tetapi persoalan
politik segera menigkat menjadi persoalan teologi. Para ahli sosiologi ilmu pengetahuanpun
berpendapat bahwa gagasan-gagasan teologi dan filsafat mempunyai rujukan
politik dan sosial. Persoalan politik yang mulai muncul di akhir masa jabatan
Usman menimbulkan rasa tidak puas, sementara pihak terdapat kebijaksanaan
politiknya terus meluas ketika Ali menggantikanya dan memuncak setelah diadakan
perdamaian antara Ali dan Muawiyyah.
Kata Syi’ah Ali sudah terkenal secara umum ketika terjadi
perselisishan antara Muawiyah dan Ali setelah khalifah Usman terbunuh. Dalam
makalah ini akan dijelaskan lebih jelas tentang aliran Syi’ah.
2.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Sejarah Timbulnya Aliran Syi’ah?
2.
Apa Saja Pokok-pokok Ajaran Syi’ah?
3.
Bagaiman Perkembangan Aliran Syi’ah?
BAB II
Pembahasan
1.
Sejarah Timbulnya Syi’ah
Berasal dari bahasa Arab, artinya pendukung atau
golongan. Kata jamaknya syiya’un.
Firman Allah SWT dalam surah Al-An’am, yaitu:
إِنَّ
الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ
إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا
يَفْعَلُونَ}(الأنعام/159).
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang memecah Agamanya dan mereka (terpecah) menjadi
beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka.
Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah
akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat. (Q.S.
Al-An’am :159)
Dari sini Syi’ah di maksudkan sebagai suatu
golongan dalam Islam yang beranggapan bahwa Syyidina Ali bin Abi Thalib ra.
Adalah orang yang berhak sebagai khalifah pengganti Nabi, dan lebih utama dari
pada Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin
Khattab, dan Usman bin Affan adalah pengasab ( perampas) kedudukan khalifah.
Disamping itu mereka
mempunyai ulama-ulama sendiri yang menjadi panutannya di berbagai cabang
ilmu-ilmu ke-Islaman. Ulama ilmu kalam yang paling masyhur adalah Hisyam bin
Hakam dan Syaikhan Thaq Muhammad Nu’man al-Ahwal.[1]
Peristiwa wafatnya Nabi Muhammad SAW , tanggal 8 januari 632 M, telah menimbulkan perjuangan
keagamaan dan politik dalam masyarakat islam yang kemudian mengakibatkan perpecahahan
antar golongan.
Beliau tidak pernah
berwasiat siapa yang menjadi penggantinya (khalifah) sesudah beliau wafat nanti
dan demikian pula tidak memberikan petunjuk pedoman-pedoman cara pemilihan
khalifah. Golongan Anshor menghendaki Sa’ad bin Ubadah sebagai kholifah.
Sedangkan golongan Muhajirin mencalonkan Abu Bakar as-Shiddiq.
Kelompok Syi’ah yang minoritas menganggap bahwa peran ini
harus di pegang oleh keluarga Nabi dan karenannya mendukung Ali Bin Abi Thalib.
Jabatan kepemimpinan Ali ini dianggap mereka atas dasar penunjukan ta’yir dan wasiat (nash). Mereka yang mendukung Ali inilah di sebut kelompok
Syi’ah.[2]
Syi’ah artinya sahabat atau pengikut,
adapun maksud madzhab syi’ah ialah faham yang mengagungkan keturunan Nabi
Muhammad SAW, mereka mendahulukan keturunan-keturunan Nabi untuk menjadi
khalifah, yitu Ali
Dengan demikian
dapat di pahami, bila kelompok Syi’ah meyakini bahwa setelah wafatnya Nabi,
kekhalifahan dana kekuasaan agama berada di tangan Ali. Namun hal ini kemyataan
yang berlawanan dengan harapan mereka, justru pada saat Nabi wafat mereka
mendengar bahwa Abu Bakar telah di baiat oleh para sahabat.
Ali sebenarnya tidak menonjolkan diri untuk
merebut kekhalifahan, beliau insyaf
bahwa yang berhak menjadi khalifah itu bukan dari keturunan tetapi harus
melalui pemilihan umum dan persetatuan umat.
Pokok-pokok ajarannya, mereka berkeyakinan
bahwa yang dijadikan iman sesudah wafatnya Nabi ialah Ali, Ali adalah guru yang
ulung danyang mewarisi segalanya pengetahuan yang ada pada Nabi, bahkan Ali
dianggap ma’sum dari kesalahan karena itu menurut mereka mentaati dan mempercayai Ali
termasuk rukun iman juga. Sedangkan khalifah-khalifah yang terdahulu adalah
khalifah-khalifah yang merampas hak Ali, kekhalifahan mereka tidaklah sah.
Menurut
aliran Syi’ah Zaidiah, kekhalifahan sebelum Ali itupun sah.
Sesudah
itu, kekhalifahan itu tetap turun menurun kepada anak cucunya, dan ini
seolah-olah menjadi ketetapan Allah.
Dalam
menentukan keturunan itu, timbul perbedaan pendapat, karena Ali mempunyai anak
Hasan, Husain dan masing-masing mempunyai beberapa anak.[3]
Sehingga
timbullah pertikaian, kepada siapa jatuhnya kekhalifahan itu, dan lahirlah
berbagai aliran dalam syi’ah.
Golongan Syi’ah ini terpecah belah menjadia beberapa aliran disebabkan karena:
·
Perbedaan pendapat dalam prinsip-prinsip ajaran.
·
Perbedaan pendapat tentang menentukan imam.
2. Pokok-pokok Ajarannya
Adapun ajaran yang
terpenting dalam Syi’ah adalah:
a.
Al-‘Ishmah
Menurut keyakinan
golongan Syi’ah bahwa imam-imam mereka itu sebagaimana para Nabi adalah
bersifat al-ishmah atau ma’shum dalam segala tindak lakunya,
tidak pernah berbuat dosa besar maupun kecil, tidak ada tanda-tanda berlaku
maksiat, tidak boleh berbuat salah atau lupa. Hal itu didasarkan pada:
1)
Apabila imam berbuat salah, maka dibutuhkan imama lain
untuk memberikan petunjuk. Lawan-lawan golongan Syi’ah menolak ajaran tersebut.
2)
Imam itu adalah pemelihara syariat. Oleh karena itu imam
harus maksum.
b.
Imam al-Mahdi
Paham al-Mahdi ini
berpengaruh dalam masalah-masalah politik, sosial, dan Agama. Untuk memantapkan dan membangkitkan semangat keberanian perjuangan, maka
pemimpin-pemimpin Syi’ah mengatakan bahwa waktuny nanti al-Mahdi imam yang
maksum akan menghancurkan pemerintahan Bani Umayah. Namun demikian kalau kita
teliti dengan seksama ternyata tidak semua aliran dalam golongan Syi’ah mempercayai tentang
adaanya al-Mahdi ini. Secara maknawiarti al-mahdi
adalah orang yang memberi petunjuk. Imam ke-12 yang bernama Muhammad
al-Mahdi, dipercayai oleh kelompok Syi’ah Istna ‘Asyariah sebagai al-mahdi yang
di janjikan.
c.
Ar-Raj’ah
Paham al-Mahdi erat
hubuganya dengan paham ar-raj’ah, yaitu
keyakinan orang-orang Syi’ah tentang akan datangnya imam mereka selain ghaib,
untuk menegakkan keadilan, menghancurkan kezaliman, dan membangun kembali kekuasaan
mereka.. al-ra’jah berarti kembali,
suatu doktrin yang bersifat eskatologis, yaitu menjelang hari kiamat kelak,
timbul kekacauan yang menyeluruh di dalam masyarakat, lalu Tuhan mengutus
seorang laki-laki yang telah menghilang, kembali sebgai menyelamatkan
orang-orang yang sesat.
d.
At-Taqiyyah
Taqiyyah
artinya takut. Menurt golongan
Syi’ah, taqiyyah itu merupakan program rahasia. Taqiyah berarti menyembunyikan identitas. Konsep taqiyah dipergunakan oleh penganut
Syi’ah dalam perlawanannya terhadap orang-orang yang memusuhinya. Penyembunyian
identitas tidak hanya diizinkan, tetapi merupakan kewajiban yang fundamental.[4]
3. Perkembangannya
Golongan Syi’ah ternyata dalam sejarah pekmbangannya
terpecah belah menjadi 25 aliran, diantaranya yaitu:
a. Al
imamiyah
Dinamaka Al Imaniah karena pengikut-pengikutnya
menumpahkan iman atas kepercayaan yang sepenuhnya kepada Ali bin Abi Thalib dan
anak-anaknya, begitu juga mempercayai keyakinan yang teguh bahwa manusia harus
mempunyai imam atau menantikan seorang imam yang akan lahir pada akhir masa guna
membawa keadilan pada dunia ini.
Faham ini berpendapat Nabi telah menetapkan
kekhalifahan itu kepada Ali, kemudian diturunkann kepada keturunan Fatimah,
sedangkan Abu Bakar dan Umar adalah orang yang merampas Ali, hal ini teemasuk
rukun iman.
Mereka menetapkan bahwa iman hanya dua belas saja
yaitu : Ali bin Abi Tholib, Hasan dan Husain bin Ali bin Abi Tholib , Ali bin
Husain atau Zaenal Abidin, Muhammad Al Baqir, Ja’far Shadiq, Musa Al Kazim, Ali
Ridho, Muhammad Al aJawad, Ali Al Hadi, Hasan Al Asykari, dan Muhammad bin
Hasan Al Mahdi, semua anak-anak dan cicit dari Ali bin Abi Tholib. Tetapi
berbeda pendapat tentang imam yang dinantikan itu, ada glongan yang menunggu
Ja’far Ash Shadiq, ada yang menantikan Muhammad bin Abdullah bin Hasan, dan
Muhammad Al Mahdi nin Al Hasan Al Asyhari.
Sebagaimana faham Syi’ah pada umumnya dan mazab Al Imamiyah pada khususnya sependapat sdengan
Mu’tazilah yaitu dalam masalah tauhid dan keadilan Tuhan, tetapi menentangnya
dalam tiga masalah lain yaitu masalah janji dan ancaman, tempat diantara dua
tempat dan amar ma’ruf nahio munkar, mereka mengikuti faham Al Asy’ariyah dalam
pendiriannya.
Madzab ini tersebar di Persia, dan madzab inilah yang
menjadi resmi pemerintahan Iran sekarang.
b. Az
Zaidiyah
Pimpinanya bernama Zaid bn Zainul Abidin, bin Al Hasan
bin Ali, faham ini paling murni daripada lainnya, pendiriannya dekat dengan
Ahli Sunnah Wal Jama’ah. Golingan ini tidak meyakini sift-sifat yang berlebihan
atau sifat-sifat kebanyakan yang itujukan kepada Ali, seperti pendapat bahwa Ali bersifat dengan
sifat-sifat ketuhanan.
Setelah Zaid meninggal, golongan Az Zaidiyah terpecah belah dan berpencar
kemana-mana, kebanyakan orang yang masih menjadi pengikutnya yang setia bahkan
Iman Yahya raja Yaman masih keturunan Saidiyah. Mereka berpendapat bahwa rakyat berhak memilih imam mereka dari keturunan
Rasulullah SAW. Mereka juga menegaskan bahwa boleh memilih yang mafdhul ( ysang kurang dalam keutamaan),
biarpun ada orang yang afdhal (lebih
utama). Sebagai konsekuensi dari prinsip ini, mereka menerima keimanan tiga
orang yang pertama (Abu Bakar ra, Umar ra. Dan Usman ra.) yang umumnya tidak
diakui oleh kaum Syi’ah yang lain.
c. Al
Isma’iliyah
Faham ini percaya kepada imamnya Ismail bin Ja’far Ash
Shadiq, faham ini menghimpun ajaran-ajarannya dalam sembilan tingkat, tingkat
pertama dimulai dari gerakan-gerakan ajaran Islam.
Mereka mempertanyakan,
apakah artinya melempar Jumroh, mencium Hajar Aswad, pertanyaan itu terus
menerus sampai pengikutnya merasa ragu-ragu, orag akan menghindari ajaran-ajaran
Islam, lalu melepaskan diri dari syari’at Islam.
Mereka menta’wilkan ajaran-ajaran Islam sekehendak
hati, wahyu itu semata-mata di oleh kesucin dan kejernihan jiwa, dan segala
kewajiban manusia seperti sembahyang, puasa, zakat, dan haji, hanyalah
ditentukan ountuk orang-orang umum, untuk kepala dan pemimpin tidak ada
kewajiban menjalankannya.
Mereka menganggap ahli-ahli filsafat sebagai Nabi.
Jadi mereka berpendapat Al-Qur’an, tidak boleh difahamkan secara lahiriyah
saja, tetapi harus dita’wilkaan dan majas, Al-Qur’an itu mengandung makna lahir
dan batin.
Pada pertengahan abad keempat Hijriyah, Syi’ah
berhasil menguasai Mesir dan sebagai monumennya ialah Perguruan Tinggi Al Azhar
yang di bangun di kota Kairo, pada tahun 363 H. Beberapa negara kecil bercorak Syi’ah timbul di Syam
dan Persi, kira-kira abad 10, 11, dan 12 M.
Pada abad, Syi’ah berada dalam puncak keemasannya,
sedangkan masa itu pemerintahan Abbasiyah hanya dapat berkuasa di daerah psat
saja, yaitu Bagdad.
Tetapi ketika Salahuddin Al Ayyubi mengusai Syam dan
Mesir, ia menganjurkan madzab Syafi’I dan Ahli Sunnah wal Jma’ah untuk anutan
rakyat. Kerajaan Turki belakangan bermadzab Aliran Sunnah wal JAma’ah pula.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aliran
Syi’ah hanya kedok untuk mencapai kekuasaan, mereka berlindung pada panji-panji
Syi’ah untuk tujuan tertentu. Syi’ah menjadi tempat persembunyian orang-orang
yang memecah kesatuan umat Islam, dan dari golongan Yahudi, Nasrani, Zindik dan
lainnya.
Ciri khas dalam kalangan Syi’ah, walaupun kelihatannya
bermacam-macam, tetapi satu dalam anggapannya bahwa Ali dengan sebagian
keturunannya akan bangkit kembali untuk memerintah dengan keadilan, disaat
dunia ini penuh dengan kedhaliman. Di antara keturunan Ali yang akan kembali kedunia nanti ialah : Rafidhah,
Baqiriyah, Haruniyah dan Ismaniyah.
Kepercayaan
ini sebenarnya berasal dari agama Yahudi, dan yang memberikan sifat Ke-Tuhanan
adalah gejala-geajala dari pengaruh Masehi.
Ada pula yang berpendapat, bahwa Ali masih hidup,
tidak terbunuh, karena Ali dikaruniai sifat-sifat Ke-Tuhanan, yang tak akan
pernah mati, serta dapat melayang-layang di awing-awang.
Petir
dan guruh adalah gelak ketawa Ali, kilat adaalah senyuman. Ada pula kepercayaan
lainnya bahwa roh itu berpindah dari tubuh yang satu ke tubuh yang lai, dan
Allah berjisim serta dapat menjelma ke dalam tubuh manusia, hal ini adalah
pengaruh-pengaruh agama Hindu, Majuzi dan Persia. [5]
d.
Al-Kaisaniyah
Syi’ah Al-Kaisaniyah,
pengikut Mukhtar bin Abi Ubaid as-Tasqafy. Mula-mula ia pengikut Khawarij,
kemudian menjadi pengikut Abdullah bin Zubair di Makkah. Setelah Abdullah bin
Zubair terbunuh pada perang jamal, dia melarikan diri ke kufah dan akhirnya dibai’at
menjadi pengikut Syi’ah.
Al-Kaisaniyah dikaitkan dengan nama budak Sayyidina
Ali,bernama Kaisan. Pengikut al-Kaisaniyah beranggapan bahwa imam pengganti Ali
adalah Muhammad al-Hanafiyah. Sebab ketika terjadi perang jamal, Sayyidina Ali
menyerahkan bendera pasukan kepadannya.
Pokok-pokok ajaran Syi’ah al-Kaisaniyah dapat
diringkaskan sebagai betikut.
1)
Mereka tidak percaya adanya roh Tuhan menetes ke dalam
tubuh Sayyidina Ali.
2)
Mereka mempercayai kembalinya imam (raj’ah) setelah meninggalnya.
3)
Mereka beranggapan bahwa Allah SWT. Merubah kehendak-Nya
menurut perubahan ilmu-Nya.
4)
Mereka mempercayai adanya reinkarnasi (tanasukh al-arwah).
5)
Mereka mempercayai adanya roh.[6]
e.
Al-Ghaliyah atau Ashab Ghulat
Syiah
Al-Ghaliyah atau Ashab Ghuka, golongan Syi’ah yang ajaran-ajaranya telah
melampai batas (extreeme). Kata al-Ghulat adalah jama’ dari ghali, ism fail dari kata ghala
yaghulu ghuluwan yang artinya lebih dari batas atau berlebih-lebihan. Mereka
ada yang berpendapat bahwa imam-imam mereka mempunyai unsur-unsur ke Tuhanan.
Ada pula menyerupakan Tuhan dengan makhluk-Nya. Diantara aliran-aliran
Al-Ghaliyah yang keterlaluan adalah As-Sabaiyah, Al-Albaiyah, dan
Al-Khatthabiyah. Aliran As-Sabaiyah adalah pengikut Abdullah bin Saba’. Orang
Yahudi dan Persia, yang pura-pura masuk Islam.
Syi’ah
Ghulat mempunyai tujuan untuk merusak Islam dari dalam secara
sembunyi-sembunyi.[7]
f.
Syiah itsna’asyariah
Syi’ah istna’asyariah
dan syi’ah ismailiyah pada awalnya merupakan suatu kelompok. Namun setelah
wafatnya imam ke enam yang bernama Ja’far al Shadiq, mereka terpecah menjadi
dua kelompok. Perselisihan itu di awali, siapa pengganti imam ke enam tersebut,
itsna ‘asyariyah berpendapat bahwa Musa al-Kazim-lah penggantinya. Karena
Ismail anak tertua Ja’far telah meninggal sewaktu Imam Ja’far masih hidup.
Ismailiyah menolak pengangkatan Musa al-Kazim dan tetap setia kepada Ismail,
meski ia telah wafat.
Itsna’ asyariah
bearati dua belas. Arti dua belas yang sudah terbentuk sesudah pertengahan abad
ke-3 H/10 M dikaitkan dengan pengakuan mereka bahwa imam yang sah adalah dari
keturunan Ali yang berjumlah 12 orang.
Sehabis imam ke-12, jabatan imamah yakni pimpinan terttinggi yang bersifat
sentral terhenti.
Paham istna’ asyariah
dan umumnya paham syiah lainya, banyak terpengaruh oleh unsur-unsur luar,
seperti ajaran Yahudi, Kristen, dan Zoroaster, sejak masuknya orang-orang
Persia ke dalam Islam dan setelah peristiwa Karbala.
Pengaruh-pengaruh ini dimungkinkan oleh kondisi geografis Irak, khususnya
Kufah, pusat kaum Syi’ah dan tempat berkembangnya filsafat Yunani dan Persia.
Pembahasan terpenting
dalam Syi’ah adalah sekitar persoalan keimaman. Wajibnya keimaman menurut
Syi’ah Istna’ Asyariah dapat dilakukan dengan pembuktian naqliyah, aqliyah, tarkhiyah. Menurut Syi’ah istna Asyariah,
keimaman adalah sesuatu lembaga yang tak terpisahkan dari maasalah politik dan
Agama. Imam berfungsi secara esoteris dalam menafsirkan rahasia-rahasia dari
Al-Qur’an dan syariat. Kelompok ini berpendapat bahwa pengganti Rasulullah
mestilah seseorang yang tidak hanya mengatur masyarakat denagan adil, akan
tetapi juga mampu menfsirkan syariat. Karena itu dia harus maksum, yaitu bebas dari kesalahan dan dosa, dan dipilih darri
langit dengan nash, yakni ketetapan Tuhan dari Nabi. Ahl al-Sunnah menerima
kemaksuman Nabi, tetapi menolak kemaksuman imam.
Berlainan dengan
Sunni, kaum Syi’ah meyakini bahwa keimaman sebagai bagian dari rukun mereka.
Syiah membagi rukun iman atas lima bagian, yaitu sebagai berikut:
1.
Tauhid, percaya kkepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Al-Nubuwwah, yaitu percaya kepada kenabian Nabi Muhammad.
3.
Al- Ma’ad, yaitu keimanan akan hari kebangkitan, percaya bahwa
setiap orang akan hidup dalam alam yang akan datang.
4.
Al-Adl, yaitu keimanan pada keadilan Allah. Akal manusia dapat
menjangkau keadilan Tuhan dan karena itu kelompok ini juga kerap disebut ahl-‘adl.
5.
Imam, yaitu percaya kepada imam.
Meskipun ketetapan
urutan rukun dari berbagai sumber terdapat perbedaan. Namun empat dari lima
rukun ini terdapat persamaan dengan rukun iman Sunni, tetapi berbeda dalama
penguraiannya. Tentang prinsip ai-adl,
paham Syi’ah ada prinsip kesamaan pendapat dengan aliran Mu’tazilah. Tentang
keimaman, Syi’ah berbeda pendapat dengan Sunni. Aliran Sunni tidak mengakui
imam bagian dari rukun iman. Bagi mereka imam/khalifah adalah wakil Allah dalam
memelihara Agama. Adapun imam bagi Syi’ah, seperti telah digmbarkan, yaitu
penunjukkannya dengan ta`yin, nash,
dan maksum. Imam wajib ada sepanjang zaman. Orang yang tidak mempunyai imam
adalah sesat, bila dia mati dalam
keadaan tidak berimam maka dia mati dalam keadaan kafir dan munafik.[8]
4.
Pendapat makalah tentang Aliran Syi’ah
Kami setuju dengan
aliran Syi’ah az zaidah karena faham
ini paling murni daripada lainnya, pendiriannya dekat dengan Ahli Sunnah Wal
Jama’ah. Golingan ini tidak meyakini sift-sifat yang berlebihan atau
sifat-sifat kebanyakan yang itujukan kepada Ali, sepertipendapat bahwa Ali
bersifat dengan sifat-sifat ketuhanan.
Mereka berpendapat
bahwa rakyat berhak memilih imam mereka
dari keturunan Rasulullah SAW. Mereka juga menegaskan bahwa boleh memilih yang mafdhul ( ysang kurang dalam keutamaan),
biarpun ada orang yang afdhal (lebih
utama). Sebagai konsekuensi dari prinsip ini, mereka menerima keimanan tiga
orang yang pertama (Abu Bakar ra, Umar ra. Dan Usman ra.) yang umumnya tidak
diakui oleh kaum Syi’ah yang lain.
Kesimpulan
Syi’ah artinya sahabat atau pengikut,
adapun maksud madzhab syi’ah ialah faham yang mengagungkan keturunan Nabi
Muhammad SAW, mereka mendahulukan keturunan-keturunan Nabi untuk menjadi
khalifah, yitu Ali.
Pokok-pokok ajarannya, mereka berkeyakinan
bahwa yang dijadikan iman sesudah wafatnya Nabi ialah Ali, Ali adalah guru yang
ulung danyang mewarisi segalanya pengetahuan yang ada pada Nabi, bahkan Ali
dianggap ma’sum dari kesalahan karena itu menurut mereka mentaati dan mempercayai Ali
termasuk rukun iman juga.
Daftar pustaka
A.Nasir, Sahilun. 2010. Pemikiran Kalam (TEOLOGI ISLAM). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Romas, A. Ghofir. 1997. Ilmu Tauhid. Semarang: Badan
Penerbit Fakultas Da’wah IAIN Walisongo.
Nurdin, M. Amin. 2012. Sejarah Pemikiran Islam. Jakarta: Amzah.
[1] Sahilun A. Nasir, Pemikiran
Kalam (Teologo Islam), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2012), hlm.72
[4] Amin
Nurdin, Sejarah Pemikiran Islam, (Jakarta:
Amzah, 2012), hlm. 86-98
[5] A.
Ghofir Romas, Tauhid, ( Semarang:
Badan Penerbit Dakwah dan Komunikasi, 1997), hlm. 83-89
[6] Sahilun A. Nasir, Pemikiran
Kalam (Teologo Islam), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2012), hlm.
107-109
[7] Sahilun A. Nasir, Pemikiran
Kalam (Teologo Islam), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2012), hlm. 120
[8] Amin
Nurdin, Sejarah Pemikiran Islam, (Jakarta:
Amzah, 2012), hlm. 180
Tidak ada komentar:
Posting Komentar